Rabu, 10 November 2010

PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH: BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING

PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH: BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING

BAMBANG SARDJITO*
Universitas Islam Sultan Agung
OSMAD MUTHAHER **
Universitas Islam Sultan Agung


ABSTRACT
The research explan the effect of budget participation toward managerial performance both on directly and non directly, by examining organizational culture (people orinted and job oriented) and commitment organizational with serves as moderating variables.
The research samples are selected by using census method were 150 manager in the special district of Semarang. The data were collected at questionare a cross mail survey. The test of contingency variables (organizational culture and commitment organizational) by using interaction approach
The result of the research were consistence with proxy research, which showed that budget participation had direct effect on managerial performance. Furthemore, the findings supported the research hypothesis that the higher degree of fit between budget partipation and the organizational culture people oriented the higher managerial performance. Other results of this research found that commitment organizational moderate the effect of budget participation toward managerial performance

Key Words: Budget participation, organizational culture, commitmen organizational, managerial performance in the special district of Semarang









I. PENDAHULUAN
Proses penganggaran daerah dengan pendekatan kinerja dalam Kepmendagri memuat pedoman penyusunan rancangan APBD yang dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama Unit Organisasi Perangkat Daerah (unit kerja). Rancangan anggaran unit kerja dimuat dalam suatu dokumen yang disebut dengan Rancangan Anggaran Satuan Kerja (RASK atau formulir S). RASK ini menggambarkan kerangka logis hubungan antara kebijakan anggaran (arah dan kebijakan umum APBD serta strategi dan prioritas APBD) dengan operasional anggaran ( program dan kegiatan anggaran) di setiap unit pelaksana anggaran daerah sesuai dengan visi, misi, tugas pokok dan fungsi yang menjadi kewenangan unit kerja yang bersangkutan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. RASK memuat juga standar analisa belanja, tolok ukur kinerja dan standar biaya sebagai instrumen pokok dalam anggaran kinerja. RASK merupakan dokumen pengganti dokumen daftar usulan kegiatan dan daftar usulan proyek yang selama ini digunakan dalam penyusunan rancangan APBD dengan sistem lama.
Anggaran pada sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter yang menggunakan dana milik rakyat. Hal inilah yang menjadi perbedaan dengan anggaran sektor swasta karena tidak berhubungan dengan pengalokasian dana dari masyarakat. Pada sektor publik pendanaan organisasi berasal dari pajak dan retribusi, laba perusahaan milik daerah atau negara, pinjaman pemerintah berupa utang luar negri dan obligasi pemerintah, serta sumber dana lain yang sah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan
Penelitian mengenai hubungan antara partisipasi dalam proses penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial merupakan penelitian yang masih banyak diperdebatkan. Beberapa penelitian mengenai hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial menunjukkan hasil yang tidak konsisten; Brownell dan Mc. Innes (1986); dan Indriantoro (1993) menemukan hubungan positif dan signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial. Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan Milani (1975); Brownell dan Hirst (1986) dalam Sukardi (2002), dimana mereka menemukan hasil yang tidak signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial, hal ini terjadi karena hubungan partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial tergantung pada faktor-faktor situasional atau lebih dikenal dengan istilah variabel kontingensi (Contingency Variable).
Penelitian yang dilakukan oleh Frucot dan Shearon (1991) dan Indriantoro (2000) menemukan pengaruh dimensi budaya terhadap efektivitas partisipasi dalam penyusunan anggaran dalam peningkatan kinerja manajerial. Penelitian oleh Mustikawati (1999) juga menunjukkan bahwa interaksi partisipasi dalam penyusunan anggaran dengan budaya paternalistik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja manajerial. Penelitian Supomo (1998) dalam Susanti (2002) menunjukkan bahwa interaksi antara anggaran partisipatif dan budaya organisasional memiliki pangaruh yang signifikan terhadap kinerja manajerial.
Sedangak berkaitan dengan variabel komitmen organisasi, penelitain Randall (1990) dalam Nouri dan Parker (1998) menunjukkan komitmen organisasi sebagai variabel moderating mempengaruhi scara signifikan hubugan partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial.
Penelitain ini bertujuan untuk mengetahui seajauh mana pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial yang diterapkan pada organisasi sektor publik dan untuk melihat seberapa besar pengaruh moderating budaya organisasi dan komitmen organsasi terhadap hubungan partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja aparatur Pemerintah Daerah Kota Semarang sebagai penyusun anggaran yang berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000.
II. TELAAH PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1 Partisipasi Anggaran
Menurut Brownell (1982) partisipasi anggaran sebagai suatu proses dalam organisasi yang melibatkan para manajer dalam penentuan tujuan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Partisipasi banyak menguntungkan bagi suatu organisasi, hal ini diperoleh dari hampir penelitian tentang partisipasi. Sord dan Welsch (1995) mengemukakan bahwa tingkat partisipasi yang lebih tinggi akan menghasilkan moral yang lebih baik dan inisiatif yang lebih tinggi pula. Partisipasi telah ditunjukkan berpengaruh secara positif terhadap sikap pegawai, meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi, dan meningkatkan kerja sama diantara manajer. Partisipasi anggaran pada sektor publik terjadi ketika antara pihak eksekutif, legislatif dan masyarakat bekerja sama bekerja sama dalam pembuatan anggaran. Anggaran dibuat oleh kepala daerah melalui usulan dari unit-unit kerja yang disampaikan kepada kepala bagian dan diusulkan kepada kepala daerah, dan setelah itu bersama-sama DPRD menetapkan anggaran yang dibuat sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku. Proses penganggaran daerah dengan pendekatan kinerja dalam Kepmendagri memuat Pedoman Penyusunan Rancangan APBD yang dilaksanakan oleh tim anggaran eksekutif bersama-sama unit organisasi perangkat daerah (unit kerja).
2.2. Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah
Pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadiakan sebagai pengendalian organisasi karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system.
Schiff dan Lewin (1970), mengemukakan bahwa anggaran yang telah disusun memiliki peranan sebagai perencanaan dan sebagai kriteria kinerja, yaitu anggaran digunakan sebagai sistem pengendalian untuk mengukur kinerja manajerial. Seiring dengan peranan anggaran tersebut, Argyris (1952) dalam Titisari (2004) juga menyatakan bahwa kunci dari kinerja yang efektif adalah apabila tujuan dari anggaran tercapai dan partisipasi dari bawahan memegang peranan penting dalam mencapai tujuan tersebut.
Menurut Lukka (1988) dan Brownell (1982), pengaruh anggaran partisipatif pada kinerja manajerial merupakan tema pokok yang menarik dalam penelitian akuntansi manajemen, hal ini disebabkan karena partisipasi umumnya dinilai sebagai suatu pendekatan manajerial yang dapat meningkatkan kinerja anggota organisasi dan selain itu berbagai penelitian yang menguji hubungan antara partisipasi anggaran dengan kinerja manajerial hasilnya sering bertentangan.
2.3 Partisipasi Penyusunan Anggaran dengan Kinerja Aparatur Pemda
Anggaran yang telah disusun memiliki peranan sebagai perencanaan dan sebagai kriteria kinerja, yaitu anggaran dipakai sebagai suatu sistem pengendalian untuk mengukur kinerja manajerial ( Schiff dan Lewin, 1970 dalam Kirby, 1994 ). Untuk mencegah dampak fungsional atau disfungsionalnya, sikap dan perilaku anggota organisasi dalam penyusunan anggaran perlu melibatkan manajemen pada level yang lebih rendah (Agyris, 1952) sehingga anggaran partisipatif dapat dinilai sebagai pendekatan manajerial yang dapat meningkatkan kinerja setiap anggota organisasi sebagai individual karena dengan adanya partisipasi dalam penyusunan anggaran diharapkan setiap individu mampu meningkatkan kinerjanya sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Brownell (1982b) dalam Susanti (2002) melakukan studi lapangan terhadap 48 manajer pusat biaya level menengah yang bekerja pada perusahaan manufaktur di San Fransisco Amerika Serikat. Hasil dari penelitian tersebut adalah menemukan hubungan positif dan signifikan antara partisipasi penganggaran dengan kinerja manajerial. Berbeda dengan penelitian diatas Milani (1975) melakukan penelitian terhadap proses penyusunan anggaran pada sebuah perusahaan besar yang berskala internasional dimana hasil dari penelitian tersebut adalah ditemukannya hubungan yang tidak signifikan antara partisipasi dalam penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial.
Sesuai dengan temuan-temuan penelitian yang telah dilakukan maka penelitian ini dimaksudkan untuk menguji kembali pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparatur pemerintah daerah khususnya pemerintah kota Semarang. Hubungan secara langsung kedua variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut

:
H1: Semakin tinggi tingkat partisipasi penyusunan anggaran semakin tinggi tingkat kinerja aparatur pemerintah daerah.
2.4 . Konsep Budaya Organisasi
Konsep budaya organisasi yang digunakan Hofstede dkk (1990), dalam penelitian lintas budaya antar departemen dalam perusahaan pada dasarnya merupakan pengembangan dari konsep dimensi budaya nasional yang banyak digunakan dalam penelitian-penelitian perbedaan budaya antar negara. Menurutnya antara budaya nasional dan budaya organisasi merupakan fenomena yang identik. Perbedaan kedua budaya tersebut tercermin dalam manifestasi budaya kedalam nilai dan praktek. Perbedaan budaya tingkat organisasi umumnya terletak pada praktek-praktek dibandingkan dengan perbedaan nilai-nilai. Perbedaan budaya organisasi selanjutnya dapat dianalisis pada tingkat unit organisasi dan sub organisasi ( Supomo, 1998; dalam Susanti 2002 ).
Hofstede dkk (1990) dalam Susanti (2002) membagi budaya organisasional kedalam 6 dimensi praktis, yaitu: (1) process Oriented vs Result Oriented (2) Employe Oriented vs Job Oriented (3) Parochial vs Proffesional (4) Open System vs Clossed System (5) Loose Control vs Tight Control (6) Normative vs Pragmatig
2.5. Dimensi Praktek Budaya Organisasi
Menurut Hofstede dkk (1990) dimensi praktek budaya organisasi yang mempunyai kaitan erat dengan praktek-praktek pembuatan keputusan partisipasi anggaran, yaitu employe oriented (orientasi pada orang) dan job oriented (orientasi pad pekerjaan. Dimensi tersebut digunakan dalam penelitian ini sebagai variabel kontinjen yang mempunyai hubungan partisipasi penyusuna anggaran terhadap kinerja manajerial.
2.6. Pengaruh Budaya Organisasi dan Partisipasi Penyusunan Anggaran
Menurut Holmes dan Marsden (1996) budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap perilaku, cara kerja dan motivasi para manajer dan bawahannya untuk mencapai kinerja organisasi. Berdasarkan hasil penelitian yang berkaitan dengan budaya, ditentukan bahwa dimensi budaya mempunyai pengaruh terhadap penyusunan anggaran dalam meningkatkan kinerja manajerial.
Hubungan antar variabel tersebut tersebut dapat digambarkan sebagai berikut


Rumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah:
H2: Semakin tinggi tingkat kesesuain antar partisipasi anggaran dan budaya organisasi orientasi pad orang, semakin tinggi kinerja aparat pemerintah daerah. Sebaliknya semakin rendah tingkat kesesuaian antara partisipasi anggaran dan budaya organisasi orientasi pada pekerjaan, semakin rendah kinerja aparat pemerintah daerah
2.7 Komitmen Organisasi dan Partisipasi Penyunan anggaran
Beberapa penelitian di bidang akuntansi mengemukakan bahwa para manajer tingkat bawah mempunyai informasi yang lebih akurat daripada para atasannya mengenai kondisi-kondisi lokal pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Penelitian ini didasarkan pada gagasan bahwa para manajer bawah (manajer pusat pertanggunjawaban) seringkali memiliki informasi yang lebih baik mengenai level anggaran yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan aktivitas-aktivitas unit organisasinya daripada atasannya (manajer puncak). Oleh karena itu, para manajer bawahan akan berusaha untuk memberikan informasi tersebut ke dalam usulan anggarannya untuk menjamin bahwa mereka memperoleh sumber-sumber yang mencukupi untuk melaksanakan aktivitas-aktivitasnya
Komitmen organisasi yang kuat akan mendorong para manajer bawahan berusaha keras mencapai tujuan organisasi (Angel dan Perry,1981; Porter et. al., 1974). Kecukupan anggaran tidak hanya secara langsung meningkatkan prestasi kerja, tetapi juga secara tidak langsung (moderasi) melalui komitmen organisasi.
Komitmen yang tinggi menjadikan individu lebih mementingkan organisasi daripada kepentingan pribadi dan berusaha menjadikan organisasi menjadi lebih baik. Komitmen organisasi yang rendah akan membuat individu untuk berbuat untuk kepentingan pribadinya.. Selain itu, komitmen organisasi dapat merupakan alat bantu psikologis dalam menjalankan organisasinya untuk pencapaian kinerja yang diharapkan (Nouri dan Parker, 1996; McClurg, 1999; Chong dan Chong, 2002; Wentzel, 2002). Komitmen organisasi yang tinggi akan meningkatkan kinerja yang tinggi pula (Randall ,1990) dalam Nouri dan Parker (1998). Berdasarkan temuan penelitian di atas yang menguji hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial dengan variabel komitmen organisasi sebagai variabel moderasi maka dapat disusun sebuah model penelitian pada Gambar 1.3


Rumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah
H3 : Komitmen Organisasi dalam memoderasi pengaruh parisipasi penyusunan anggaran akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Aparatur Pemerintah Daerah
III. Metode Penelitian
3.1. Populasi dan Sampel
Data dalam penelitian ini diperoleh dari data primer melalui metode survei. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode sensus. Berdasarkan data di Kantor Pemerintah kota dan kabupaten Semarang sebanyak 18 kantor dinas dan ada 150 pejabat setingkat kepala bagian/bidang/subdinas dan kepala subbagian/subbidang/seksi dari dinas dan kantor pada pemerintah daerah kota/kabupaten Semarang
Pemilihan dinas dan kantor dilakukan dengan alasan yaitu instansi tersebut merupakan satuan kerja pemerintah, yang berarti menyusun, menggunakan dan melaporkan realisasi anggaran atau sebagai pelaksana anggaran dari pemerintah daerah (Abdullah, 2004).
3.2. Definisi Operasional
Terdapat empat variabel yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Partisipasi Anggaran adalah tingkat seberapa jauh keterlibatan dan pengaruh individu (manajer) didalam menentukan dan menyusun anggaran yang ada dalam divisi atau bagiannya, baik secara periodik maupun tahunan. Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel ini diadopsi dari Millani (1975) yang banyak digunakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Ada 6 (enam) item pertanyaan yang dipakai untuk mengukur partisipasi dengan menggunakan skala tujuh poin, dimana skor terendah (poin 1) menunjukkan partisipasi tinggi, sedangkan skor tinggi (poin 7) menunjukkan partisipasi rendah.
2. Budaya Organisasi nilai-nilai dai keyakinan yang dimiliki para anggota organisasi yang dimanifestaikan dalam bentuk norma-norma perilaku para individu atau kelompok organisasi yang bersangkutan (pendekatan dimensi praktek) (Hofstede at.al 1990). Secara spesifik variable budaya menjelaskan orientasi budaya perusahaan pada level departemen atau bagian.. Pengukuran variable dengan instrument yang dikembangkan Supomo (1998) berdasarkan analisi factor pada instrumen Hofstede at.al (1990)
3. Komitmen Organisasi didefinisikan sebagai keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran yang ingin dicapai organisasi. Variabel komitmen organisasi diukur dengan instrumen yang digunakan oleh Mowday et al., (1979) dalam Darma (2004). Item-item disesuaikan dengan konteks pemerintah daerah oleh Darma (2004) dan Dwianasari (2004). Jumlah item pertanyaan adalah 9 item dengan skala Likert 1-7.
4. Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah mengadopsi pertanyaan yang dikembangkan oleh Mahoney et al (1963). diukur dengan menggunakan 9 (sembilan) item. Setiap responden diminta untuk menjawab sembilan item pertanyaan yang menyangkut tingkat kinerja manajerial disetiap bidang yang meliputi: perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pengaturan staff (staffing), negoisasi, perwakilan/ representasi dan kinerja secara keseluruhan. Skala rendah (nilai 1, 2, 3) menunjukkan tingkat kinerja dibawah rata-rata, skala sedang (nilai 4, 5, 6) menunjukkan tingkat kinerja rata-rata dan skala tinggi (nilai 7, 8, 9) menunjukkan tingkat kinerja diatas rata-rata.
3.3. Teknik Analisis Data. Untuk menguji hipotesis 1 digunakan regresi berganda (Multiple Regression). Dengan bentuk interaksi secara keseluruhan. Hipotesis 2 dan 3 diuji dengan regresi berganda dengan pendekatan uji interaksi .
Model yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam persamaan sebagai berikut: Y =  + 1X1 + 2X2 + 3X3 + + 4[{X1–X2}] + 5[{X1–X3}] + e
IV . Pembahasan dan Hasil Penelitian
4.1 Identitas Responden
Berdasarkan kuesioner disebar dan yang dikembalikan maka diperoleh identitas responden dengan tingkat pengembalian sebagai berikut :
Tabel 4.1
Sampel dan Tingkat Pengembalian Kuesioner






Respoden yang dapat dijadikan sampel dalam penelitian harus memiliki adalah manajer (Kabag dan Kaubag) atau seseorang yang memiliki posisi penting dalam sebuah Dinas/Instansi.
4.2. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif ini dimaksudkan untuk menggambarkan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu variabel partisipasi penyusunan anggaran, budaya organisasi, komitmen organisasi dan kinerja manajerial. Berdasarkan hasil kuesioner yang diterima, tabel di bawah ini memperlihatkan kisaran teoritis dan aktual, mean, median, standar deviasi dari variabel penelitian dengan hasil sebagai berikut :

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui nilai terendah pada partisipasi penyusunan anggaran adalah 12 dan nilai yang tertinggi adalah 36. Adapun mean yang dihasilkan sebesar 23,24 dan standar deviasi sebesar 6,128 . Sedangkan budaya organisasi Nilai terendah adalah 15 dan nilai yang tertinggi adalah 28. Adapun mean yang dihasilkan sebesar 22,68 dan standar deviasi sebesar 2,52. Pada komitmen organisasi nilai terendah pada adalah 25 dan nilai yang tertinggi adalah 45. Adapun mean yang dihasilkan sebesar 34,19 dan standar deviasi sebesar 4,30 . Nilai terendah pada kinerja manajerial adalah 14 dan nilai yang tertinggi adalah 63. Adapun mean yang dihasilkan sebesar 43,74 dan standar deviasi sebesar 11,78
4.3. Hasil Uji Kualitas Data
4.3.1. Hasil Uji Validitas
Kualitas data dapat diuji dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas.Uji reliabilitas digunakan cronbach alpha dengan tingkat alpha > 0.60 (Nunnaly, 1978). Sedangkan Uji validitas digunakan menghitung R kritis masing-masing butir pertanyaan dengan butir skor.Hasil pengujian reliabilitas dan validitas secara rinci disajikan dalam tabel 4.3 dan 4.4
4.4. Hasil Uji Asumsi Klasik

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data berdistribusi normal. Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa semua data menyebar mengikuti garis normalitas.

Sedangkan Hasil Uji Heterokedastisitas terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta menyebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y tidak teratur dan tidak membentuk pola tertentu, maka dapat disimpulkan bahwa pada uji ini tidak terjadi problem heterokedastisitas pada model regresi.

Sedangkan hasil Uji Multikolinearitas dapat diketahui bahwa nilai Tolerance X1, X2 dan X3 lebih besar dari 0,1. Selain itu apabila dilihat dari nilai VIF-nya, ternyata rata-rata variabel bebas memiliki nilai VIF yang kurang dari 10 sehingga dapat dikatakan bahwa hasil analisis terhadap ke-tiga variabel (X1, X2 dan X3) di atas tidak terjadi problem Multikolinearitas, artinya persamaan model regresi tersebut memiliki hubungan yang sempurna dan dapat sebagai alat analisis lebih lanjut.
.
4.5. Pengujian Hipotesis Pertama
Untuk mengetahui adanya pengaruh antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat, digunakan uji regresi sederhana. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan diperoleh nilai-nilai yang tercantum dalam tabel 4.5.
Tabel 4.5
Hasil Regresi Sederhana antara Partisipasi Penyusunan Anggaran
terhadap Kinerja Aparat

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa ternyata terdapat pengaruh antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial, yang ditunjukkan dengan nilai t hitung sebesar 2,054 dengan signifikasi sebesar 0,042 yang lebih kecil dari  = 0,05. Adanya pengaruh positif antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah menunjukkan bahwa semakin tinggi partisipasi penyusunan anggaran maka akan semakin meningkatkan kinerja aparat pemerintah daerah.
Partisipasi penyusunan anggaran merupakan keterlibatan seluruh manajer (baik kasubag sampai kabag) dalam suatu instansi untuk melakukan kegiatan dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam anggaran. Dengan adanya keterlibatan tersebut akan mendorong para kabag/kasub untuk bertanggung jawab terhadap masing-masing tugas yang diembannya sehingga para kabag akan meningkatkan kinerjanya agar mereka dapat mencapai sasaran / target yang telah ditetapkan dalam anggaran. Hal ini mengindikasikan adanya hubungan yang positif antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja aparat. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Schuler & Kim (1976), Brownell (1982), Brownell & Mc. Innes (1986) serta Nur Indriantoro (1993).
Dengan demikian maka hipotesis pertama yang menyatakan adanya pengaruh antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat terbukti.
4.5.2 Pengujian Hipotesis Kedua
Untuk mengetahui adanya pengaruh antara variabel budaya organsasi dalam memoderasi hubungan partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial, digunakan uji interaksi atau disebut moderated regretion analysis. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan diperoleh nilai-nilai yang tercantum dalam tabel 4.6
Tabel 4.6
Hasil Regresi Berganda Budaya Organisasi dalam Memoderasi Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Aparat

Dari hasil output pada tabel 4.6 bahwa nilai signifikansi moderat 1 (budaya organsiasi sebagai variabel moderat) menunjukkan t hitung sebesar 1,405 dengan signifikasi sebesar sebesar 0,016 yang lebih kecil dari  = 0,05 berarti hipotesis 2 yang diajukan dapat diterima. Dengan demikian, hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang menyatakan semakin tinggi tingkat kesesuaian antara partisipasi penyusunan anggaran dan budaya organisasi yang berorientasi pada orang akan semakin tinggi kinerja aparat (kabag/kasub). Sebaliknya semakin rendah tingkat kesesuaian antara partisipasi penyusunan anggaran dan budaya organisasi berorientasi pada pekerjaan, semakin rendah kinerja aparat. Kombinasi kesesuaian antara partisipasi penyusunan anggaran dan budaya organisasional yang berorientasi pada orang merupakan kesesuaian terbaik yaitu faktor budaya organisasi memenuhi prasarat kondisional atau efektif dari partisipasi penyusunan anggaran yang dapat meningkatkan kinerja aparat. Hal ini berarti partisipasi anggaran dapat meningkatkan kinerja aparat jika disertai dengan budaya organisasi yang berorientasi pada orang. Dengan kata lain, budaya organisasi secara signifikan mampu bertindak sebagai variabel moderating yang mempengaruhi hubungan partisipasi anggaran dlam meningkatkan kinerja aparat. Temuan penelitian ini seperti halnya penelitian Supomo (1998) mengindikasikan bahwa partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran lebih efektif jika keputusan-keputusan yang penting dalam organisasi lebih sering dibuat secara kelompok. Partisipasi anggaran akan meningkatkan kinerja manajerial para anggota organisasi jika atasan setingkat kepala dinas peduli dan perhatian terhadp masalah pribadi para bawahan, serta lebih tertarik pada orang (yang mengerjakan) daripada hasil pekerjaan orang tersebut. Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris mengenai pentingnya aspek hubungan antar bawahan dan atasan dalam upaya meningkatkan kinerja para pegawai.
4.5.3 Pengujian Hipotesis Ketiga
Untuk mengetahui adanya pengaruh antara variabel pelimpahan wewenang dalam memoderasi hubungan partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial, digunakan uji regresi berganda dengan variabel moderasi. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan diperoleh nilai-nilai yang tercantum dalam tabel 4.7
Tabel 4.7
Hasil Regresi Berganda antara Komitmen Organisasi dalam Memoderasi Hubungan Partisipasi Penyusunan Anggaran
terhadap Kinerja Aparat


Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa ternyata terdapat pengaruh antara variabel komitmen organisasi dalam memoderasi partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja aparat yang ditunjukkan dengan nilai t hitung sebesar 4,825 dengan signifikasi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari  = 0,05. Dengan demikian, hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang menyatakan peningkatan komitmen organisasi akan menyebabkan peningkatan kinerja aparat pemerintah yang berpatisipasi dalam penyusunan anggaran. Sebaliknya penurunan komitmen organisasi dapat berakibat pada terjadinya kecenderungan untuk menurunnya kinerja aparat baik kabag/kasubag dalam berpartisipasi menyusun anggaran.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh (Randall ,1990) dalam Nouri dan Parker (1998). Partisipasi anggaran akan meningkatkan kinerja manajerial para anggota organisasi jika atasan setingkat kepala dinas peduli dan perhatian terhadp komitmen para bawahan dalam berpartisipasi untuk menyusun anggaran maka tujuan sasaran anggaran yang akan dapat dicapai. Komitmen organisasi yang tinggi akan meningkatkan kinerja yang tinggi pula Komitmen yang rendah dari aparat pemerintah daerah akan berimplikasi pada rendahnya kinerja komitmen untuk bertanggung-jawab terhadap tujuan sasaran anggaran yang hendak dicapai.



V. Kesimpulan, Saran, Keterbatasan dan Implikasi
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aprat pemerintah daerah, yang ditunjukkan dengan nilai t hitung sebesar 2,054dengan signifikasi sebesar 0,042 yang lebih kecil dari  = 0,05. Semakin tinggi partisipasi penyusunan anggaran maka akan semakin meningkatkan kinerja aparat pemerintah daerah.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel budaya organisasi dalam memoderasi partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial, yang ditunjukkan dengan nilai t hitung sebesar 1,405 dengan signifikasi sebesar 0,016 yang lebih kecil dari  = 0,05. Hasil ini menunjukkan semakin tinggi tinggi tingkat kesesuaian antara partisipasi penyusunan anggaran dan budaya organisasi yang berorientasi pada orang akan semakin tinggi kinerja aparat pemerintah daerah(kabag/kasub).
3. Terdapat pengaruh signifikan antara variabel komitmen organisasi dalam memoderasi partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja aparat pemrintah daerah, yang ditunjukkan dengan nilai t hitung sebesar 4,825 dengan signifikasi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari  = 0,05. hasil ini menunjukkan semakin tingkat komitmen organisasi akan menyebabkan peningkatan kinerja aparat pemerintah daerah dalam berpatisipasi penyusunan anggaran

5.2 Saran
1. Para pejabat kepala dinas pemerintah karisidenan Semarang (kabupaten dan kota Semarang) hendaknya melibatkan seluruh Kabag/kasubag dari tingkat dalam penyusunan anggaran.
2. Terkait budya organisasi dilingkungan Dinas Pemerintah Karisidenan Semarang hendaknya memperhatikan budaya berorientasi pada orang akan semakin tinggi kinerja aparat (kabag/kasub) bukan berorientasi pada pekerjaan. Semakin tinggi tingkat kesesuaian antara partisipasi penyusunan anggaran dan budaya organisasi berorientasi pada orang akan semakin meningkatkan kinerja aparat dalam menyusun anggaran yang dikehendaki Dinas/Instansi masing-masing
3. Terkait Komitmen organsasi dilingkungan Dinas Perintah Karisidenan Semarang perlu menanamkan komitmen bagi para kabag/kasubag dalam berpartipsi penyusuna anggaran demi tercapainya tujuan sasaran anggaran.
5.3 Keterbatasan
Walaupun penelitian ini telah dilakukan dengan baik, namun beberapa keterbatasan terpaksa tidak dapat dihindari. Seperti penelitian-penelitian sebelumnya, perlu kehati-hatian dalam melakukan generalisasi terhadap hasil penelitian. Berikut ini beberapa keterbatasan yang kemungkinan dapat mengganggu hasil penelitian ini :
1. Penulis hanya memasukkan dua variabel moderating yang memoderasi hubungan partisipasi anggaran dan kinerja aparat pemerintah daerah yaitu budaya organisasi dan komitmen anggaran. Diduga masih ada faktor lain yang memoderasi hubungan partisipasi anggaran dan kinerja aparat.
2. Penelitian ini merupakan metode survey menggunakan kuesioner tanpa dilengkapi dengan wawancara atau pertanyaan lisan, padahal metode survey menurut Indriantoro dan Supomo (1999)adalah pengumpulan data yang diperoleh secara langsung dari sumber data dengan menggunakan pertanyaan lisan dan tertulis.
3. Hasil penelitian kemungkinan akan berbeda bila responden yang dipilih berasal dari penggabungan antara manajerial di perusahaan manufaktur yang sudah maupun belum go-public, BUMN, perusahaan jasa, perusahaan dagang maupun perusahaan-perusahaan kecil.
5.4 Implikasi
Hasil penelitian ini minimal dapat memotivasi penelitain selanjutnya terutama yang berkaitan dengan kinerja aparat pemerintah daerah dan dapat merekomendasi bagi dunia praktek organisasi pada umumnya yang berkaitan dengan penerapan partisipasi penyusunan anggaran.
Faktor budaya organisasi dan komitmen organsasi kemuingkinan menjadi faktor kondisional yang harus dipertimbangkan dalam rangka peningkatan efektivitas organsasi melalui partisipasi penyusunan anggaran. Faktor tersebut penting dlam kondisi era globalisasi yang penuh dengan ketidakpastian lingkungan.
Bagaimanapun tingkat kesesuaian faktor budaya dan komitmen organisasi terhadap efektifitas partisipasi penyusunan anggaran, masih perlu diuji kembali untuk menguji konsistensi hasil penelitian ini dengan penelitian-penelitian berikutnya, dengan mempertimbangkan pengaruh variabel kontijensi lainnya, seperti pelimpahan wewenang, gaya kepemimpinan, struktur organisasi, locus of control dan lain-lain.

PENGARUH INTENSITAS PERSAINGAN PASAR DAN TEKNOLOGI TERHADAP KINERJA MANAJERIAL: INFORMASI SAM SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

PENGARUH INTENSITAS PERSAINGAN PASAR DAN TEKNOLOGI TERHADAP KINERJA MANAJERIAL: INFORMASI SAM SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
Oleh

Khanifa
Universitas Wahid Hasyim

Osmad Muthaher
Universitas Islam Sultan Agung

Abstract



The main objectiveof this study is to eamine increasing in the market competition about the aplication of manufacturing technologuy, deregulation of economies and privatization of government ownwd enterprisesmakes decision makers to be management accounting system information more important. There have been calls for research into the use of management accounting systems information under the changing circumstances.
The research reports the results of astudy which offers an explanation for the relationship between intensity of market competition and managers performance by incorporating into the model the use of management accounting system information by mangers as intervening variable. The asses the relationship, data were collected from71 manager product of manufacturing with responses is 75,5%.
The results of this reseach indicate that intensity of market competition is a determinant of the use of the information MAS which, in turn, is a determinanat plays a mediating role in the relationship between the intensity of market competition and manager performance.



PENDAHULUAN
Persaingan pasar telah menciptakan pergolakan, tekanan, resiko dan ketidakpastian organisasi. Puncak tuntutan organisasi yaitu menjawab segala ancaman dan kesempatan dalam lingkungan bersaing, dan mereka mendesain serta menggunakan sistem pengendalian yang tepat untuk mencapai tujuan. Ada sejumlah bukti empiris pada industri manufaktur yang mendukung hubungan positif antara peran manajer terhadap penggunaan sistem akuntansi manajemen maupun kinerja (Biema dan Greenwald, 1997; Mia dan Clarke; 1999). Manager yang menggunakan informasi telah mempersiapkan sistem akuntansi manajemen untuk dapat membantu organisasi memakai dan mengimplementasikan rencana dalam menanggapi lingkungan bersaingnya. SAM dalam suatu organisasi merupakan pandangan tradisional yang mempunyai ruang lingkup yang sempit, dimana sistem yang diharapkan hanya memberikan informasi keuangan secara umum, seperti masalah internal organisasi, dan ex post atau historical (Chenhall & Morris, 1986, Gordon dan Narrayan, 1984, Mia, 1993). Pandangan terhadap SAM merupakan suatu sistem yang menyediakan benchmarking dalam memantau informasi tambahan pada internal perusahaan dan informasi historis tradisionil yang menghasilkan sistem akuntansi manajemen.
Teknologi informasi memberikan peluang bagi perusahaan global untuk meningkatkan koordinasi dan pengendalian, atau dapat pula dimanfaatkan untuk mendapatkan keunggulan daya saing di pasar dunia (Johnston dan Carrico, 1998; Clemons dan Kimbrough, 1991; Mahmod dan Mann, 1993; Kettinger et al.,1994; Mata et al., 1995; Ross et al., 1995).
Sejumlah penelitian mendukung hubungan antara investasi TI perusahaan dengan kinerja. Pengunaan TI akan membawa perusahaan pada kondisi yang menguntungkan yaitu kemudahan memasuki pasar, diferensiasi produk, dan cost effciency (Kettinger et al, 1994). Dengan kemudahan tersebut maka perusahaan akan mampu meningkatkan kinerjanya. Jadi pengunaan TI secara strategik akan mampu membawa perusahaan meningkatkan profitabilitas yang merupakan salah satu indikator performance.
Penelitian ini terkonsentrasi pada penggunaan manager terhadap benchmarking dan monitor sistem informasi yang tersedia. Keterlibatan benchmarking dalam membandingkan suatu perusahaan dengan pesaing merupakan faktor yang relevan, termasuk didalamnya costs dan structure costs, produktivitas, kualitas, harga, customer service, dan profitability. Bromwich (1990) menyarankan bahwa seorang manager yang menggunakan benchmarking dalam memantau informasi dengan SAM dapat membantu organisasi dalam menghadapi tantangan yang dihasilkan dari persaingan pasar dan membantu usaha yang bernilai tambah menjadi relatif bagi competitors. Walaupun para peneliti mengatakan bahwa penggunaan SAM banyak dalam lingkungan kompetitif (Kaplan, 1983; Shank dan Govindarajan, 1989; Bromwich, 1990), riset empiris mengenai hal tersebut telah berkurang (Foster dan Gupta, 1994). Fakta-fakta yang bersifat anekdot menyarankan bahwa dengan adanya intensitas persaingan pasar, banyak organisasi yang bekerja dengan lebih baik (Mia dan Clarke, 1999). Lebih lanjut Khandwalla (1972) melaporkan adanya hubungan negatif diantara harga, produk dan pemasaran (distribusi), jaringan kompetisi dan kinerja organisasi. Rolfe (1992) menambahkan bahwa kompetisi di pasar benar-benar menciptakan ancaman dan tantangan.
Dalam rangka memperoleh dan mempertahankan keunggulan kompetitif, organisasi perlu untuk beradaptasi dengan cepat pada lingkungan pasarnya (DeGeus, 1988; Senge, 1990; Day, 1991). Maka dengan itu, jika suatu perusahaan menghadapi peningkatan kompetisi pada pasarnya, namun gagal mengadopsi dan mengimplementasikan strategi yang tepat untuk menghadapi persaingan tersebut, maka kinerjanya cenderung memburuk. Barangkali ini merupakan alasan kenapa Khandwalla (1972) melaporkan adanya hubungan negatif antara profitabilitas perusahaan dan tingkat harga produk, serta jaringan persaingan pasar. Hal ini mewakili suatu penyimpangan (anomaly) antara bukti empiris terhadap isu dan realita, dan kami menyarankan bahwa manager yang menggunakan informasi SAM menawarkan suatu penjelasan tentang adanya penyimpangan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas persaingan pasar dan teknologi informasi dengan kinerja manajer melalui pengunaan informasi sistem akuntansi manajemen (SAM)
TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
1. Landasan Teori
Hubungan Persaingan Pasar dan Penggunaan Informasi SAM oleh Manager
Semakin meningkatnya persaingan pasar, perusahaan-perusahaan juga meningkatkan jarak produk dan mengurangi siklus hidup produk, memperkenalkan saluran distribusi baru yang mempengaruhi rantai suplai konsumen, menghadapi sensitivitas pasar, dan menargetkan produk serta jasa kepada segmen-segmen pelanggan kecil (Rolfe, 1992). Perubahan ini menciptakan ancaman kompetitif dan tantangan. Sesuai dengan ancaman dan tantangan ini, perusahaan harus mengadopsi strategi seperti diffrensiasi produk, jasa dan harga (Lynn, 1994).
Anthony dan Govindarajan (1998) menjelaskan bahwa sistem strategi adalah cara yang dipilih oleh manajemen puncak untuk mewujudkan visi organisasi melalui misi. Dalam melakukan strategi diffrensiasi produk, suatu perusahaan berusaha untuk mengatasi tekanan persaingan tersebut dengan menawarkan kepada konsumen suatu paket atribut produk yang memberikan nilai lebih dari pada yang ditawarkan pesaing. Formulasi dan implementasi strategi differensiasi produk membutuhkan perkiraan yang akurat dari biaya atribut produk tersebut, dan memonitor biaya tersebut dari waktu-kewaktu. Penekanan utama pada pendekatan ini adalah bahwa suatu organisasi perlu untuk melihat lingkungan eksternal (pasar) dan posisinya sendiri. Untuk tujuan ini, perusahaan juga perlu untuk mengidentifikasi dan memonitor strategi masing-masing kompetitor (sekarang dan potensial) sehingga dapat menentukan kombinasi yang tepat dari atribut produk dan struktur biaya yang akan memberikan keunggulan kompetitif. Ward (1993) berkata: ‘….menurut defenisi, keunggulan competitive adalah suatu konsep relatif, yang hanya dapat ditaksir dengan membandingkannya terhadap lingkungan eksternal. Sehingga sistem akuntansi manajemen harus menambah focus eksternal (termasuk pesaing, suplier, dan persepsi konsumen atas nilai) kedalam penekanan tradisional seperti analisis akuntansi, perencanaan dan siklus pengendalian. (p.36) Informasi benchmarking dan monitoring yang diberikan oleh SAM dapat memerankan peran yang signifikan dalam hal ini. Ketetapan informasi benchmarking dan monitoring merupakan salah satu langkah bahwa SAM dapat membantu organisasi dalam melakukan differensiasi produk dan strategi harga. Penggunaan informasi oleh manajer memungkinkan mereka untuk mengetahui apakah organisasi, dibandingkan dengan pesaingnya, menawarkan paket kompetitif dari atribut produk kepada konsumen pada harga yang kompetitif, sehingga mendorong organisasi dalam membantu persaingan pasarnya secara efektif. Bromwich (1990) berpendapat: “…. Akuntan mungkin memerankan peran penting dalam keputusan strategis, khususnya dalam keputusan diversifikasi melalui pembiayaan atribut dan memonitor kinerja atribut tersebut dari waktu ke waktu. Perspektif tersebut memberikan peran yang jelas untuk akuntansi manajemen strategis karena ….biaya dari atribut yang disediakan oleh produk-produk perusahan seringkali krusial terhadap kesesuaian strategi produk perusahaan dalam memasuki competitors. Dalam menghadapi strategi seperti ini merupakan hal yang tidak menguntungkan”. Porter (1985) membantah bahwa suatu organisasi untuk dapat survive dan success dalam suatu persaingan pasar, harus meneliti dan memonitor lingkungannya berkenaan dengan ancaman dari pesaing yang potensial, mengancam dengan menggantikan produk dan jasa, dasar dan intensitas persaingan di dalam industri, dan kekuatan penawaran terhadap para penyalur dan pelanggan. Untuk dapat sukses berhadapan dengan masing-masing ancaman di atas, suatu organisasi harus menggunakan informasi sistem akuntansi manajemen untuk meneliti lingkungannya, dan mengidentifikasi perubahan di dalam industri serta tindakan-tindakan yang dilakukan bukan pesaing. Sebagai contoh, besarnya ancaman yang dihadapi industri hotel atas produk pengganti, jasa dan harga mereka tergantung besarnya luas atribut dan ongkos, seperti produk dan jasa. Oleh karena itu, Informasi sistem akuntansi manajemen yang relevan dapat membantu seorang manajer dalam menambah atribut produk, harga, dan biaya-biaya produk pengganti di pasar. Lebih lanjut, informasi dapat membantu perusahaan di dalam mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan nilai pelanggan, oleh karena itu, perlu mempertahankan keberadaan pelanggan dan meningkatkan penguasaan pasar. Banyak organisasi menyatakan sasaran-sasaran pokok mereka berkaitan dengan penjualan atau penguasaan pasar, hal ini merupakan dasar yang baik untuk profitabilitas jangka panjang (Pogue, 1990). Setelah mengikuti keseluruhan pendapat diatas, penulis mengatakan bahwa dengan adanya persaingan pasar, manager mengambil manfaat yang besar dari penggunaan informasi SAM yang tersedia.
Hubungan Teknologi Inforamsi dan Kinerja Manajer
TI akan membawa perusahaan pada kondisi yang menguntungkan yaitu kemudahan memasuki pasar, diferensiasi produk, dan cost efficiency (Kettinger et al, 1994). Dengan kemudahan tersebut maka perusahaan akan mampu meningkatkan kinerjanya. Jadi pengunaan TI secara strategik akan mampu membawa perusahaan meningkatkan profitabilitas yang merupakan salah satu indikator performance. Clemons et al. (1993) menyatakan bahwa teknologi informasi mempunyai kemampuan untuk memperendah biaya koordinasi antar perusahaan dengan agen-agen di luar perusahaan tanpa mempertinggi resiko transaksi yang bersangkutan. Teknologi informasi dapat memperbaiki monitoring serta pengurangan spesifikasi hubungan yang ada dalam koordinasi eksplisit, sehingga perusahaan akan melakukan investasi dalam teknologi informasi untuk melakukan koordinasi antar perusahaan tanpa dikuatirkan oleh adanya resiko transaksi yang tinggi.
Mahmood dan Mann (1993) menyatakan bahwa investasi yang mantap dalam teknologi informasi harus dipertimbangkan untuk meningkatkan performance ekonomi dan strategi organisasi. Dengan investasi dalam TI yang tepat maka perusahaan akan memiliki suatu keunggulan kompetitif sehingga akan mampu bersaing dalam perusahaan dan keberhasilan dalam persaingan akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan dalam bentuk output perusahaan, efisiensi, efektivitivitas, kekuatan dan kelehan perusahaan, dan nilai perusahaan yang ditunjukkan dengan nilai saham perusahaan.
Mahmood dan Mann (1993) melakukan penelitian tentang hubungan antara investasi dalam teknologi informasi dengan strategik organisasional dan kinerja ekonomi. Penelitian yang dilakukan terhadap 100 perusahaan tersebut memperoleh hasil yaitu adanya hubungan antara investasi dalam teknologi informasi dengan strategik organisasional dan kinerja ekonomi perusahaan. Sircar et al. (2000) melakukan penelitian dengan mengembangkan framework yang dikembangkan oleh Mahmood dan Mann (1993). Pengembangan tersebut dilakukan karena menurut Sircar et al. (2000) penelitian dan framework yang dibangun Mahmood dan Mann (1993) memiliki sejumlah keterbatasan. Atas keterbatasan yang muncul tersebut Sircar et al (2000) membuat framework baru untuk mengukur kinerja yaitu tidak lagi menekankan kinerja dalam arti produktivatas, namun kinerja perusahaan yang sebenarnya meliputi penjualan, asset, dan market value. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya diperoleh hasil hubungan yang signifikan antara investasi dalam TI dan kinerja perusahaan.
Hubungan antar Proses dan Dinamika Bersaing (Competitive Dynamics)
TI dapat digunakan untuk mengubah keunggulan bersaing dari suatu industri (McFarlan, 1991; Bakos & Treacy, 1986), meningkatkan barrier to entry terhadap pesaing prospektif (McFarlan, 1991). Pemindahan biaya-biaya perolehan dapat berimplikasi dramatis untuk kompetisi antar peserta industri (Bakos & Brynjolfsson, 1993). Dinamika bersaing dapat dipengaruhi oleh strategi pemasaran sukses, sedang daya saing dapat ditingkatkan dengan memperbaiki pilihan produk dan biaya (Porter & Millar, 1991). Dinamika bersaing dapat berdampak signifikan dari hubungan pelanggan, sebagai contoh pelanggan bereaksi dengan baik kepada biaya yang lebih rendah, meningkatnya pemilihan produk atau meningkatnya respon pelanggan (Porter & Millar, 1991). Lebih lanjut Tallon et al (1999) mengatakan bahwa semakin besar dampak TI terhadap proses bisnis individual, dan hubungan antar proses bisnis, maka semakin besar kontribusi TI terhadap kinerja organisasi. Kemudian hasil penelitian Tallon et al (1999) menemukan bahwa hubungan antar-proses bisnis menunjukkan hubungan yang positif dengan dinamika bersaing, kecuali hubungan antara supplier relations dengan production & operations dan hubungan antara sales & marketing support dengan customer relations berkontribusi negatif. Berdasarkan uraian tersebut maka dimunculkan hipotesis sebagai berikut :
H3a : Proses bisnis supplier relations berpengaruh positif terhadap proses bisnis
production & operations.
2. KERANGKA PENELITIAN
Sesuai dengan telaah teoritis yang telah diuraikan di muka tentang pengaruh Intensitas persaingan pasar dan Teknologi informasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja unit perusahaan : sistem akuntansi manajemen sebagai variabel intervening, maka model penelitian yang dipakai dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut.



Gambar 2.1
Kerangka Penelitian


H2


H1 H H5
H3


H2 H4

3. HIPOTESIS
Berdasarkan teori yang teleh dikemukakan sebelumnya maka dapat dapat dirumuskan hipotesisnya sebagai berikut:
H1: Terdapat hubungan tidak langsung antara intensitas persaingan dengan kinerja melalui penggunaan informasi karateristik SAM.
H2: Terdapat hubungan tidak langsung antara teknologi informasi dengan kinerja melalui penggunaan informasi karateristik SAM.

METODE PENELITIAN
1. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua manajer level menengah keatas pada perusahaan manufaktur di Jawa Tengah, yang mana menurut data dari BPS (2003) terdapat 135 perusahaan manufaktur yang bergerak diberbagai sektor usaha produktif (BPS, 2003).Penelitian ini mengambil sampel para manajer dibagian operasional dan pemasaran karena didasarkan pada variabel yang titeliti yaitu ketidakpastian lingkungan dan struktur organisasi. Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan teknik random sampling atau pengambilan secara acak.
2. Definisi Operasional Variabel
a. Teknologi Informasi
Teknologi informasi dicerminkan dalam formalisasi perencanaan, pengendalian, organisasi, dan integrasi aktivitas-aktivitas teknologi informasi. Penelitian ini menggunakan instrumen kematangan teknologi informasi yang digunakan oleh Karimi et al (1996). Untuk mengukur kematangan teknologi informasi digunakan empat kriteria yaitu bentuk perencanaannya, pengendaliannya, organisasinya, dan integrasinya, kesemuanya ada 12 item. Untuk menilai keempat indikator teknologi informasi diukur dengan menggunakan 20 item pertanyaan dengkan menggunakan skala likert 1-7. Responden diminta untuk menjawab 7 pertanyaan dengan memilih satu nilai dalam skala 1 (informasi tidak penting) sampai skala 7 (informasi sangat penting).
b. Sistem Akuntansi Manajemen
Sistem Akuntansi Manajemen sebagai variabel independen yang mempunyai karakteristik yaitu broad Sciope, timeliness, agregation dan integration.
a. Informasi broad Scope Sistem Akuntansi Manajemen
Informasi broad scope dapat dikatan sebagai informasi dengan cakupan luas yang meliputi faktor-faktor eksternal maupun internal perusahaan, informsai non ekonomi, ekonomi, estimasi kejadian yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang, informasi yang berhubungan dengan aspek-aspek lingkungan (chenhall dan Morris, 1998). Semakin tinggi skala berarti informasi yang ada memiliki cakupan luas.
b. Informasi timeliness Sistem Akuntansi Manajemen
Informasi timeliness adalah informasi yang mengungkapkan ketepatan waktu menunjukkan tentang waktu antara permohonan informasi dengan penyajian informasi yang dinginkan serta frekuensi pelaporan informasi dan kecepatan membuat laporan (Nazaruddin, 1998 dan Ritonga & Zainuddin, 2002).
c. Informasi agregation Sistem Akuntansi Manajemen
Informasi agregation adalah inforamsi yang memperhatikan penerapan bentuk kebijakan foramal atau model analitika informasi hasil akhir yang didasarkan pada areal fungsional atau didasarkan pada waktu (Nazaruddin, 1998). Sehingga semakin tinggi atau penting informasi yang dihasilkan semakin teragregasi.
d. Informasi integration Sistem Akuntansi Manajemen
Informasi Integration mencermnkan aspek seperti ketentuan terget atau aktivitas yang dihitung antar proses interaksi antar sub unit dalam organisasi. Kompleksitas dan saling keterkaitan ataupun ketergantungan sub unit satu dengan yang lainnya akan terceermin dalam informasi integration (Nazaruddin, 1998). Artinya semakin tinggi informasi yang ada maka semakin terintegrasi.
c. Intensitas persaingan
Intesnitas persaingan adalah suatu tingkat persaingan usaha yang diukur melalui pesaing utama dalam industri yang sama. Variabel Intensitas persaingan menggunakan instrument yang digunakan oleh Mia dan Clark (1999) yaitu jumlah pesaing utama, frekuensi tingkat perubahan teknologi dalam industri yang sama, frekuensi pengenalan produk baru, seberapa luas akses terhadap saluran distribusi, dengan menggunakan skala Likert tujuh point, angka 1 merepresentasikan kondisi persaingan yang sangat rendah dan angka 7 kondisi persaingan yang sangat tinggi
d. Kinerja manajerial
Dalam peneltian ini variabel dependennya adalah Kinerja Manajerial.. Kinerja manajerial adalah kinerja individual anggota organisasi dalamkegiatan manajerial. Kinerja manajerial diukur dengan instrumen self rating yang dikembangkan oleh Mahoney, Jardey dan Caroll (1963) dengan menggunakan skala likkert 1 sampai 7. Instrumen ini terdiri dari 8 dimensi kinerja personal ( perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, pengawasan, staff, negosiasi, perwakilan) dan 1 dimensi kinerja secara keseluruhan..
Variabel dependen adalah variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh keberadaan variabel lain (Sugiyono, 2001). Dalam peneltian ini variabel dependennya adalah Kinerja Manajerial.. Kinerja manajerial adalah kinerja individual anggota organisasi dalamkegiatan manajerial. Kinerja manajerial diukur dengan instrumen self rating yang dikembangkan oleh Mahoney, Jardey dan Caroll (1963) dengan menggunakan skala likkert 1 sampai 7. Instrumen ini terdiri dari 8 dimensi kinerja personal ( perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, pengawasan, staff, negosiasi, perwakilan) dan 1 dimensi kinerja secara keseluruhan.
4. Analisis Data
Dalam penelitian ini analisis data menggunakan pendekatan Partial Least Square (PLS). PLS adalah model persamaan struktural (SEM) yang berbasis komponen atau varian (variance). Menurut Ghozali (2006) PLS merupakan pendekatan alternatif yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis covariance menjadi berbasis varian. SEM yang berbasis kovarian umumnya menguji kausalitas/teori sedangkan PLS lebih bersifat predictive model. PLS merupakan metode analisis yang powerfull (Wold,1985 dalam Ghozali,2006) karena tidak didasarkan pada banyak asumsi. Misalnya, data harus terdistribusi normal, sampel tidak harus besar. Selain dapat digunakan untuk mengkonfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten. PLS dapat sekaligus menganalisis konstruk yang dibentuk dengan indikator refleksif dan formatif. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh SEM yang berbasis kovarian karena akan menjadi unidentified model. Dalam analisis dengan PLS ada 2 hal yang dilakukan. Pertama, menilai outer model atau measurement model adalah penilaian terhadap reliabilitas dan validitas variabel penelitian. Ada tiga kriteria untuk menilai outer model yaitu: convergent validity, discriminant validity dan composite reliability. Kedua, menilai inner model atau structural model. Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat hubungan antara konstruk, nilai signifikansi dan R-square dari model
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui nilai mean, nilai minimum, nilai maximum, dan standar deviasi dari tanggapan responden terhadap masing-masing variabel yang digunakan untuk penelitian. Berikut ini akan dijelaskan statistik deskriptif untuk masing-masing variabel penelitian.
Sistem Akuntansi Manajemen
1. Broad Scope
Informasi broad scope memberikan informasi tentang faktor-faktor eksternal maupun internal perusahaan. Informasi broad scope juga mencakup informasi non ekonomi, estimasi kejadian yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang, serta aspek-aspek lingkungan. Untuk pengukuran variabel ini digunakan enam indikator pertanyaan, dan berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif diperoleh hasil sebagai berikut:
Berdasarkan tabel 1 dijelaskan bahwa untuk item pertanyaan pertama yaitu ketersediaan informasi di masa yang akan datang memiliki nilai standar deviasi 1.252 dan dengan nilai mean 4.21 atau rata-rata terdapat informasi yang berkaitan
dengan kejadian di masa depan. Untuk pertanyaan kedua yaitu tersedianya informasi yang mampu memperkirakan tentang kemungkinan munculnya peristiwa di masa depan memiliki nilai standar deviasi 1.372, dan dengan nilai mean sebesar 3.87 yang berarti masing-masing perusahaan kurang memiliki informasi tentang kemungkinan peristiwa yang akan terjadi di masa depan. Untuk item pertanyaan yang ketiga yaitu informasi yang bersifat non ekonomi seperti kepuasan konsumen, karyawan, sikap pemerintah, kompetitor dan lain sebagainya memiliki nilai tanggapan antara 1 dan 6, dengan nilai standar deviasi 1.229, dan dengan nilai mean sebesar 4.12 yang berarti rata-rata dari masing-masing perusahaan memiliki informasi yang berkaitan dengan kepuasan konsumen, karyawan, sikap pemerintah, kompetitor sejenis dan lain sebagainya. Untuk petanyaan keempat yaitu informasi tentang faktor eksternal seperti kondisi ekonomi, perkembangan penduduk, perkembangan teknologi dan lainnya memiliki nilai tanggapan antara 2 dan 6, dengan nilai standar deviasi sebesar 1.05, dan nilai mean sebesar 4.16 yang berarti rata-rata perusahaan memiliki informasi yang berkaitan dengan non ekonomi seperti kondisi ekonomi, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan teknologi dan lainnya.Untuk pertanyaan kelima yaitu mengenai tersedianya informasi mengenai non keuangan yang berkaitan dengan
Tabel 1
Tanggapan Responden Terhadap Variabel Informasi SAM

Construct Indicator Mean Stdev Loading Residual Weight
SAM
BS1 4.211268 1.252603 0.8538 0.271 0.1487
BS2 3.873239 1.37248 0.8083 0.3467 0.1577
BS3 4.126761 1.229745 0.784 0.3854 0.1368
BS4 4.169014 1.055407 0.8523 0.2735 0.1665
BS5 3.887324 1.282289 0.8194 0.3285 0.1328
BS6 3.901408 1.277888 0.8555 0.2682 0.1769
TL1 4.492958 1.05388 0.3411 0.8837 0.017
TL2 4.492958 1.093791 0.2069 0.9572 0.053
TL3 4.605634 0.726614 0.2385 0.9431 -0.0093
TL4 4.929577 1.125344 0.2182 0.9524 0.0182
AG1 4.985915 1.075612 0.0436 0.9981 0.0237
AG2 4.84507 1.090844 0.0366 0.9987 0.0058
AG3 5.140845 0.960592 0.2224 0.9505 0.0588
AG4 4.84507 1.142027 0.0037 1 -0.0196
AG5 4.746479 1.261726 0.4178 0.8254 0.0928
IT1 3.957746 0.885383 0.5811 0.6623 0.1075
IT2 4.15493 1.249547 0.3568 0.8727 0.1121
IT3 3.943662 1.067538 0.5761 0.6681 0.1081
Sumber: Data Primer yang Diolah; 2007

aktivitas perusahaan seperti tingkat kerusakan produk, ketidakhadiran karyawan dan lainnya memiliki nilai tanggapan antara 2 dan 6 dengan nilai standar deviasi sebesar 1.28 dan dengan nilai mean 3.88 yang berarti bahwa rata-rata perusahaan kurang memiliki informasi yang berkaitan dengan non keuangan seperti informasi mengenai tingkat kerusakan produk, ketidakhadiran karyawan dan lainnya. Sedangkan untuk pertanyaan yang keenam yaitu informasi yang berkaitang dengan informasi non keuangan yang berkaitan dengan pasar seperti ukuran atau luas pasar, pangsa pasar dan sebagainya memiliki nilai tanggapan antara 1 dan 6 dengan nilai standar deviasi sebesar 1.27 dan dengan nilai mean sebesar 3.90 yang berarti bahwa masing-masing perusahaan memiliki informasi non keuangan.yang berkaitan dengan pasar seperti ukuran atau luas pangsa pasar yang baik.
2. Informasi Timeliness
Ketepatan informasi (timeliness) mempunyai subdemensi yaitu frekuensi laporan dan kecepatan membuat laporan. Frekuensi diartikan dengan seberapa sering informasi disediakan untuk para manajer, sedangkan kecepatan diartikan sebagai tenggang waktu antara kebutuhan akan informasi dengan tersedianya informasi. Untuk pengukuran variabel ini digunakan empat indikator pertanyaan, dan berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif tabel 1 diatas dapat dijelaskan bahwa untuk indikator pertanyaan pertama yaitu informasi yang diminta oleh perusahaan dapat tersedia dengan segera memiliki nilai tanggapan antara 3 dan 7, nilai standar deviasi sebesar 1.05 dan dengan nilai mean 4.49, hal ini berarti bahwa rata-rata perusahaan secara cepat dapat mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Untuk pertanyaan yang kedua yaitu apakah informasi yang ada dalam sistem informasi yang telah diproses dengan baik memiliki nilai tanggapan antara 3 dan 6 dengan nilai standar deviasi 1.09 dan dengan nilai mean sebesar 4.49 yang berarti bahwa informasi yang tersedia telah diproses dengan baik. Untuk pertanyaan yang ketiga yaitu apakah frekuensi laporan yang diberikan tersedia secara sistematik dan teratur memiliki nilai tanggapan antara 3 dan 6 dengan nilai standar deviasi 0.70 dan dengan nilai mean sebesar 4.48, hal ini berarti bahwa frekuensi laporan yang diberikan tersedia secara sistematik dan teratur. Sedangkan untuk pertanyaan yang keempat yaitu mengenai apakah penyampaian informasi tersedia tepat pada saat informasi tersebut dibutuhkan memiliki nilai tanggapan antara 3 dan 7 dengan standar deviasi sebesar 1.12 dan nilai mean sebesar 4.90 yang berarti bahwa penyampaian informasi kepada perusahaan rata-rata diberikan secara tepat yaitu pada saat informasi tersebut dibutuhkan.
3. Informasi Aggregation
Informasi aggregation merupakan ringkasan informasi menurut fungsi, periode waktu dan model keputusan. Pengukuran variabel ini digunakan dengan menggunakan lima indikator pertanyaan dan berdasarkan analisis statistik deskriptif tabel 1diperoleh gambaran yang dapat dijelaskan sebagai berikut;
Indikator pertanyaan pertama yaitu apakah tersedia informasi yang meliputi berbagai informasi seperti informasi bagian marketing, produksi, penjualan, cost, atau pusat laba memiliki nilai tanggapan antara 3 dan 7 dengan nilai standar deviasi 1.07 dan dengan nilai mean sebesar 4.98 yang berarti bahwa rata-rata pada masing-masing perusahaan tersedia informasi yang berkaitan dengan bagian marketing, produksi, penjulan, cost atau puasat laba.. Untuk pertanyaan yang kedua yaitu apakah tersedia informasi yang meliputi berbagai informasi untuk periode waktu tertentu seperti informasi bulanan, kuartal, tahunan, prediksi, perbandingan dan lainnya memiliki nilai tanggapan antara 3 dan 7 dengan nilai standar deviasi 1.09 dan dengan nilai mean sebesar 4.84 yang berarti bahwa masing-masing perusahaan telah tersedia dengan baik informasi yang meliputi berbagai informasi untuk periode waktu tertentu seperti informasi bulanan, kuartal, tahunan, prediksi, perbandingan dan lainnya. Untuk pertanyaan yang ketiga yaitu apakah tersedia informasi yang memungkinkan untuk melakukan suatu analisis memiliki nilai tanggapan dari responden antara 3 dan 7 dengan nilai standar deviasi 0.96 dan dengan nilai mean sebesar 5.14 yang berarti bahwa rata-rata perusahaan memiliki informasi yang baik mengenai informasi yang memungkinkan untuk melakukan suatu analisis. Indikator pertanyaan yang keempat yaitu apakah tersedia format informasi yang memungkinkan untuk membuat model keputusan seperti analisis aliran kas, analisis tambahan cost, analisis persediaan dan analisis kebijakan keuangan memiliki nilai tanggapan antara 3 dan 7 dengan nilai standar deviasi 1.14 dan dengan nilai mean sebesar 4.84 yang berarti bahwa masing-masing prusahaan memiliki rata-rata informasi yang baik mengenai ketersediaan format informasi yang memungkinkan untuk membuat model keputusan seperti analisis aliran kas, analisis tambahan cost, analisis persediaan dan analisis kebijakan keuangan manajer diberi kekuasaan dan wewenang yang cukup tinggi untuk pengalokasiaan anggaran perusahaan. Sedangkan untuk tanggapan responden mengenai ketersedia anformat informasi laporan keuangan yang meliputi berbagai informasi seperti neraca, rugi laba dan modal memiliki nilai antara 3 dan 7 dengan nilai standar deviasi 1.26 dan dengan nilai mean sebesar 4.74 yang berarti bahwa informasi mengenai ketersediaan format informasi laporan keuangan yang meliputi berbagai informasi seperti neraca, rugi laba dan modal dapat diperoleh dengan mudah.
4. Informasi Integration
Informasi integration merupakan informasi yang bermanfaat bagi manajer ketika mereka dihadapkan untuk melakukan decision making yang mungkin akan berpengaruh terhadap sub unit lainnya. Adanya informasi integrasi ini akan mengakibatkan para manajer mempertimbangkan unsur integritas didalam melakukan evaluasi.
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dijelaskan bahwa untuk indikator pertanyaan pertama yaitu ketersediaan informasi untuk satu bagian dimana informasi tersebut akan berpengaruh terhadap bagian lainnya memiliki nilai tanggapan responden antara 3 dan 6, nilai standar deviasi sebesar 0.888 dan dengan nilai mean 3,95, hal ini berarti bahwa rata-rata perusahaan tersedia informasi untuk satu bagian dimana informasi tersebut akan berpengaruh terhadap bagian lainnya. Untuk pertanyaan yang kedua yaitu apakah tersedia informasi mengenai target yang dapat diketahui oleh semua orang diseluruh bagian dalam departemen memiliki nilai tanggapan antara 2 dan 7 dengan nilai standar deviasi 1.24 dan dengan nilai mean sebesar 4.15 yang berarti bahwa informasi untuk satu bagian dimana informasi tersebut akan berpengaruh terhadap bagian lainnya tersedia dengan baik. Untuk pertanyaan yang ketiga yaitu apakah tersedia informasi mengenai akibat dari keputusan yang dibuat terhadap kinerja departemen yang dihasilkan memiliki nilai tanggapan antara 2 dan 6 dengan nilai standar deviasi 1.06 dan dengan nilai mean sebesar 3.94, hal ini berarti bahwa informasi mengenai akibat dari keputusan yang dibuat terhadap kinerja departemen yang dihasilkan belum tersedia dengan baik.
5.3.2 Intensitas Persaingan
Informasi tentang intensitas persaingan memberikan informasi tentang tingkat persaingan usaha yang antar perusahaan yang diukur melalui pesaing utama dalam industri yang sama. Adanya informasi dari tingkat intensitas persaingan akan mengakibatkan para manajer mempertimbangkan unsur ini didalam melakukan evaluasi. Untuk pengukuran variabel ini digunakan lima indikator pertanyaan, dan berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif diperoleh hasil sebagai berikut:
Berdasarkan tabel 2 diatas dijelaskan bahwa untuk item pertanyaan pertama
Jumlah pesaing utama dalam industri yang sama memiliki kondisi persaingan yang tinggi memberikan tanggapan antara 3 dan 7 dengan nilai dengan nilai standar deviasi 1.03 dan dengan nilai mean sebesar 5.25 yang berarti bahwa rata-rata pada masing-masing perusahaan memilik jumlah pesaing yang sangat tinggi Untuk pertanyaan yang kedua yaitu apakah frekuensi tingkat industri yang sama mempunyai kondisi persaingan yang tinggi memiliki nilai tanggapan antara 3 dan 7 dengan nilai standar deviasi 1.10 dan dengan nilai mean sebesar 5.01 yang berarti bahwa masing-masing perusahaan memliki frekuensi tingkat persaingan yang dalam industri yang sama.


Tabel 2
Tanggapan Responden Terhadap Variabel Intensitas Persingan
Construct Indicator Mean Stdev Loading Residual Weight
IP
IP1 5.253521 1.038107 0.8533 0.272 0.339
IP2 5.014085 1.101855 0.6021 0.6375 0.1892
IP3 5.295775 1.087518 0.8634 0.2546 0.5253
IP4 5.267606 1.027587 0.6153 0.6214 0.0595
IP5 5.267606 0.984998 0.5375 0.7111 0.1987

Untuk pertanyaan yang ketiga yaitu apakah Frekuensi pengenalan produk baru mempunyai kondisi persaingan yang tinggi, responden memberikan nilai tanggapan antara 3 dan 7 dengan nilai standar deviasi 1.08 dan dengan nilai mean sebesar 5.29 yang berarti bahwa masing-masing perusahaan memliki kondisi persaingan yang tinggi terhadap tingkat pengenalan produk baru. Untuk pertanyaan yang ke empat yaitu apakah frekuensi tingkat perubahan teknologi dalam industri yang sama mempunyai kondisi persaingan yang tinggi, responden memberikan nilai tanggapan antara 3 dan 7 dengan nilai standar deviasi 1.02 dan dengan nilai mean sebesar 5.26 yang berarti bahwa masing-masing perusahaan memliki kondisi persaingn yang tinggi terhadap tingkat perubahan teknologi dalam industri yang sama. Untuk pertanyaan ke lima aapakah luas akses terhadap saluran distribusi mempunyai kondisi persaingan yang tinggi, responden memberikan nilai tanggapan antara 3 dan 7 dengan nilai standar deviasi 0,98 dan dengan nilai mean sebesar 5.26 yang berarti bahwa masing-masing perusahaan memliki luas akses terhadap saluran distribusi yang tinggi.
5.3.3 Teknologi Industri
Untuk mengukur kematangan teknologi informasi digunakan empat kriteria yaitu bentuk perencanaannya, pengendaliannya, organisasinya, dan integrasinya, Untuk pengukuran variabel ini digunakan 12 indikator pertanyaan, dan berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif diperoleh hasil sebagai berikut:
Berdasarkan tabel 3 diatas dijelaskan bahwa untuk item pertanyaan pertama
apakah sasaran dan strategi bisnis perusahaan didukung oleh proyek- proyek dibidang teknologi informasi yang dimiliki oleh perusahaan tanggapan yang diberikan responden antara 3 dan 7 dengan nilai dengan nilai standar deviasi 0.92 dan dengan nilai mean sebesar 3.05 yang berarti bahwa rata-rata sasaran dan strategi bisnis perusahaan didukung oleh proyek-proyek dibidang teknologi informasi yang dimiliki oleh perusahaan memilik Untuk pertanyaan yang kedua yaitu apakah perusahaan senantiasa melakukan telaah terhadap peluang-peluang. yang diberikan oleh tehnologi informasi baru sebagai sarana untuk mencapai keunggulan kompetitif , jawaban responden memiliki nilai tanggapan antara 3 dan 7 dengan nilai standar deviasi 0.73 dan dengan nilai mean sebesar 3.0 yang berarti bahwa teknologi informasi baru senantiasa melakukan telaah terhadap peluang-peluang sebagai sarana untuk mencapai keunggulan kompetitf.
Untuk pertanyaan yang ketiga yaitu apakah perusahaan mempunyai informasi yang memadai tentang penggunaan tehnologi informasi oleh kekuatan-kekuatan kompetitif dilingkungan indistri perusahaan kami,misalnya pelanggan, pemasok dan pesaing, responden memberikan nilai tanggapan antara 3 dan 7 dengan nilai standar
Tabel 3
Tanggapan Responden Terhadap Variabel Teknologi Industri
Construct Indicator Mean Stdev Loading Residual Weight
TI
TI1 3.056338 0.92408 0.305 0.907 0.2286
TI2 3 0.736788 0.2271 0.9484 0.1949
TI3 2.84507 0.839181 -0.2197 0.9517 -0.3203
TI4 2.915493 0.751123 0.1905 0.9637 -0.035
TI5 2.859155 0.742501 -0.0677 0.9954 -0.0465
TI6 3.084507 0.712069 -0.3174 0.8993 -0.3948
TI7 2.971831 0.774077 0.3108 0.9034 0.1211
TI8 3.211268 0.809153 0.6092 0.6289 0.4077
TI9 2.943662 0.694619 -0.3992 0.8406 -0.3318

deviasi.0.83 dan dengan nilai mean sebesar 2.84 yang berarti bahwa perusahaan mempunyai informasi yang memadai tenang penggunaan teknologi informasi oleh kekuatan-kekautan kompetitif dilingkungan industri.. Untuk pertanyaan yang ke empat yaitu perusahaan memiliki gambaran yang memadai mengenai cakupan serta kualitas sistrm-sistem tehnologi informasi yang dimiliki perusahaan, responden memberikan nilai tanggapan antara 3 dan 7 dengan nilai standar deviasi 0.75 dan dengan nilai mean sebesar 2.91 yang berarti bahwa perusahaan memiliki informasi yang cukup tinggi mengenai serta kualitas sistrm-sistem tehnologi informasi dimiliki. Untuk pertanyaan yang ke lima yaitu apakah pada perusahaan kami, pertanggungjawaban dan otoritas mengenai arah dan pengembangan teknologi informasi secara jelas diungkapkan, responden memberikan nilai tanggapan antara 3 dan 7 dengan nilai standar deviasi 0.74 dan dengan nilai mean sebesar 2.84 yang berarti bahwa perusahaan memiliki informasi yang cukup tinggi mengenai pengembangan tehnologi informasi dimiliki. Untuk pertanyaan ke enam apakah merasa puas terhadap perancangaan proyek-peroyek teknologi informasi kami yang diprioritaskan , responden memberikan nilai tanggapan antara 3 dan 7 dengan nilai standar deviasi 0.71 dan dengan nilai mean sebesar 3.01 yang berarti perusahaan memberikan informasi yang penting terhadap perancangan proyek-proyek teknomlogi informasi diprioritaskan.. Untuk pertanyaan yang ke tujuh yaitu apakah perusahaan secara konstan melakukan monitoring terhadap kinerja dan fungsi tehnologi informasi, responden memberikan nilai tanggapan antara 3 dan 7 dengan nilai standar deviasi 0.77 dan dengan nilai mean sebesar 2.97 yang berarti bahwa perusahaan memiliki informasi yang cukup tinggi monitoring terhadap kinerja dan fungsi teknologi informasi. Untuk pertanyaan ke delapan apakah pada perusahaan kami terdapat proses perencanaan top down untuk mengaitkan antara strategi sistim informasi dengan kebutuhan-kebutuhan bisnis responden memberikan nilai tanggapan antara 3 dan 7 dengan nilai standar deviasi 0.71 dan dengan nilai mean sebesar 3.01 yang berarti perusahaan memberikan informasi yang penting terhadap proses perencanaan top down untuk Untuk pertanyaan ke sembilan apakah pada perusahaan kami, pengenalan atau percobaan teknologi baru yang ada dalam setiap tingkatan unut bisnis selalu dilakukan pengawasan responden memberikan nilai tanggapan antara 3 dan 7 dengan nilai standar deviasi 0.71 dan dengan nilai mean sebesar 3.01 yang berarti perusahaan memberikan informasi yang penting terhadap pengenalan atau percobaan teknologi baru yang ada dalam setiap tingkatan unut bisnisselalu dilakukan pengawasan .
4 Pengujian Outer Model (Measurement Model )
Outer Model atau Measurement Model adalah penilaian terhadap reliabilitas dan validitas variabel penelitian. Ada tiga kriteria untuk menilai outer model yaitu: convergent validity, discriminant validity dan composite reliability. Outer model dinilai dengan cara melihat nilai convergent validity (besarnya loading factor untuk masing-masing konstruk) Loading factor di atas 0.70 sangat direkomendasikan, namun demikian loading factor 0.50 – 0.60 masih dapat ditolerir sepanjang model masih dalam tahap pengembangan. Discriminant validity dari pengukuran model dengan indikator refleksif dapat dilihat dari korelasi antar skor indikator dengan skor konstruknya. Indikator akan dianggap relaible apabila nilai korelasinya diatas 0.70 (Ghozali,2006). Hasil pengujian outer loadings (lihat lampiran ) menunjukkan bahwa semua loading factor diatas 0.50.
Cara lain untuk menilai discriminat validity dilakukan dengan cara membandingkan square root of average variance extracted (AVE) untuk setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model. Model mempunyai discriminant validity yang tinggi jika akar AVE untuk setiap konstruk lebih besar dari korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya (Ghozali,2006).
Tabel 4 menunjukkan korelasi dari latent variables dan nilai akar AVE. Hasil korelasi antar konstruk dan nilai akar AVE menunjukkan bahwa nilai akar AVE untuk variabel Intesitas persaingan (IP), Teknologi informasi (TI), SAM dan kinerja lebih besar dari nilai korelasi antar konstruknya.
Tabel 4
Akar AVE dan Korelasi Konstruk
- IP TI SAM
IP
TI 0.558
SAM 0.385 0.572
KM 0.199 0.468 0.446
Secara umum hasil ini menunjukkan bahwa discriminant validity yang tinggi. Pengujian discriminant validity juga dapat ditunjukkan dengan nilai composite reliabilitynya
Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai composite reliability variabel penelitian semuanya diatas 0.70. Dengan demikian dapat disimpulkan semua konstruk mempunyai reliabilitas dan validitas yang tinggi.
Tabel 5 Hasil Uji Reliabilitas

Construct Composite AVE Cronbach
Reliability Alpha
IP 0.828396 0.500701 0.767882
TI 0.076539 0.102109 0.779593
SAM 0.842858 0.300805 0.853243
KM 0.922468 0.583434 0.902673










Pengujian Inner Model (Model Struktural)
Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat hubungan antara konstruk, nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian. Tabel 6 menunjukkan hasil pengujian inner model.
Tabel 6
Hasil Pengujian Inner Model

Entire Mean of Standard T-Statistic R Square
Keterangan Sample subsamples error
estimate
IP->SAM 0.332 -0.3683 0.1116 2.9754 0.3114
TI->SAM 0.489 0.4874 0.1139 4.2924 0.3337
IP ->KM 0.110 0.113 0.028 0.255 0.3351

TI->KM 0.225 0.334 0.0357 3.457 0.4251
SAM->KM 0.423 0.4951 0.0893 4.7374 0.2758
Berdasarkan tabel 6 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel intensitas persaingan pasar dengan penggunaan informasi SAM dengan nilai koefisien 0.332, nilai t = 2.975 dan t Tabel = 1.96 signifikan pada 0.05. hal ini menunjukkan bahwa Intensitas persaingan berpengaruh signifikan terhadap karakteristik SAM . dengan demikian hipotesis 1 dapat diterima. Hasil penelitian mendukung penelitian yang dilakukan Mia dan Clark (1999) Untuk hubungan penggunaan informasi SAM terhadap kinerja diperoleh nilai koefisien 0.423 dengan nilai t = 4.73.. Dengan demikian dapat simpulkan bahwa hipotesis 1 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara intensitas persaingan pasar terhadap kinerja melalui penggunaan informasi SAM berhasil didukung. Hasil pengujian hipotesis 1 konsisten dengan temuan Mia dan Clarke (1999).
Untuk hubungan TI terhadap SAM diperoleh nilai koefesien 0.489 dan nilai t = 4.292 dan t Tabel sebesar 1,96. Dari uji t menunjukkan nilai t hitung > t tabel berarti bahwa pengaruh langsung TI terhadap SAM berpengaruh signifikan. Dengan demikian hipotesis 2 yang menyatakan bahwa TI berpengaruh terhadap kinerja melalui karakteristik SAM signifikan dapat diterima. Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian yang dilakukan oleh Karimi et al. (2001) dan Boynton et al. (1994).
Hasil pengujian ini konsisten dengan penelitian Abernethy dan Guthrie (1994) Hasil penelitian ini melengkapi penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya (Mia dan Goyal 1991; Boynton et al. 1994; Bouwens dan Abernethy 2000 Karimi et al. 2001).
6. Pembahasan
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa semakin tinggi aplikasi TI akan semakin meningkatkan kemampuan suatu sistem untuk menyajikan informasi sesuai dengan kebutuhan manajer dalam pengambilan keputusan. TI, yang merupakan perpaduan antara teknologi komputer dengan teknologi jaringan memungkinkan manajer untuk memperoleh tidak hanya informasi internal, tetapi juga informasi eksternal, non keuangan, dan berorientasi yang akan datang. Dengan demikian, semakin meningkatnya penerapan TI, semakin meningkat pula ketersediaan informasi SAM lingkup luas. Ini akan memberikan semakin banyak alternatif solusi yang dapat dipertimbangkan oleh manajer dalam pengambilan keputusan sehingga kinerja manajerial dapat ditingkatkan. Jika kita amati perkembangan TI dewasa ini, TI menunjukkan perkembangan yang demikian cepat, antara lain: Electronic data interchange (EDI), Wide area network (WAN), dan Expert System (ES) yang semuanya menggunakan komputer (O’Brien 1999: 423). Munculnya TI berbasis komputer memudahkan orang melakukan aktivitas dalam mengakses informasi di mana saja dan kapan saja. TI mampu mengintegrasikan, mengkomunikasikan, mempertukarkan berbagai aktivitas bisnis penting yang terdistribusi secara geografis. Disamping itu, TI mampu menembus birokrasi yang diakibatkan karena adanya struktur organisasi sehingga batas antar fungsi dalam organisasi menjadi mudah diterobos dalam upaya peningkatan kelancaran kerjasama antar fungsi. Lebih lanjut dapat kita contohkan misalnya dengan adanya expert system setiap orang dapat melakukan pekerjaan dari seorang yang ahli. Ketersediaan komputer personal (PC) yang didukung dengan berbagai macam perangkat lunak yang mudah pengoperasiannya memungkinkan manajer melakukan lebih banyak analisis dan mengurangi ketergantungannya pada ahli atau pada departemen sistem informasi. Jika sebuah PC juga bertindak sebagai suatu terminal dan dihubungkan ke database organisasi, maka manajer dapat mengakses informasi dengan cepat dan menyiapkan lebih banyak laporannya. Remy Prud’homme (1991) menyatakan bahwa peningkatan pentingnya informasi dan kemudahan perolehan informasi yang diakibatkan oleh TI akan memberikan kemudahan bagi manajer untuk beroperasi dari lokasi mana pun dan memperoleh banyak informasi sesuai dengan kebutuhannya. Jadi semakin tinggi ketersediaan TI di perusahaan akan sangat membantu tugas yang dihadapi manajer, Teknologi perangkat lunak yang tersedia juga semakin bervariasi, demikian juga kemampuan untuk menyimpan data semakin besar, sehingga memungkinkan penyediaan informasi dalam bentuk tertentu yang akan memberikan manajer tambahan informasi yang akan bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Kemungkinan solusi terhadap suatu masalah juga semakin banyak, yang memungkinkan manajer produksi atau pemasaran untuk meningkatkan kualitas keputusan yang akan diambil.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah terdapat pengaruh tidak langsung dari penggunaan informasi sistem akuntansi manajemen (SAM) terhadap hubungan antara intensitas persaingan pasar, teknologi informasi dengan kinerja. Untuk menguji hipotesis yang diajukan, dalam penelitian ini digunakan partial least square untuk menguji data yang dikumpulkan dari 71 orang manajer pemasaran dan manajer produksi dari perusahaan-perusahaan manufaktur di Jawa Tengah. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa terdapat pengaruh tidak langsung variabel penggunaan informasi sistem akuntansi manajemen (SAM) terhadap hubungan antara intensitas persaingan pasar dengan kinerja.
Hasil pengujian dengan menggunakan SEM menunjukkan bahwa karakteristik
SAM scope bertindak sebagai variabel antara (intervening variable) dalam hubungan antara (1) teknologi informasi dan kinerja manajerial, (2) intensitas persaingan dan kinerja manajerial.. Dengan demikian, semakin tinggi teknologi informasi dan intensitas persaingan akan semakin meningkatkan kebutuhan akan informasi SAM , yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja manajerial. Hasil penelitian ini melengkapi penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya (Mia dan Goyal 1991; Boynton et al. 1994; Bouwens dan Abernethy 2000 Karimi et al. 2001). Namun demikian penelitian ini hanya dilakukan pada perusahaan manufaktur, penelitian selanjutnya dapat mencoba pada jenis usaha yang lain, industri jasa ataupun sektor publik. Seperti dinyatakan oleh Mia dan Goyal (1991) bahwa dalam situasi yang kompetitif, aplikasi SAM oleh industri jasa ataupun sektor publik, bias berbeda dengan perusahaan manufaktur.Seperti misalnya, struktur biaya perusahaan jasa berbeda dengan perusahaan industri manufaktur, aplikasi SAM untuk pengambilan keputusan pada perusahaan jasa mungkin berbeda dari perusahaan industri manufaktur. Disamping itu Instrumen TI masih relatif baru sehingga masih perlu perbaikan. Oleh karenanya penelitian selanjutnya dapat mencoba mengembangkan instrumen TI yang baru.
2. Keterbatasan Penelitian
Beberapa keterbatasan penelitian ini seperti tingkat pengembalian kuesioner yang rendah sehingga jumlah responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini hanya 71 orang, dengan demikian hasil ini belum dapat digeneralisasi. Kedua, kelemahan dalam metode survei. Kemungkinan adanya bias antara responden yang dikirimi kuesioner dengan responden yang mengisi/mengembalikan kuesioner.
3. Saran
Saran untuk penelitian berikutnya adalah :
1. Melakukan teknik pengumpulan data tambahan seperti wawancara, contact person dengan pihak perusahaan dengan tujuan memperbanyak jumlah responden, melakukan pilot study untuk menjamin bahwa item-item pertanyaan dalam kuesioner dapat dipahami dengan baik oleh responden
2. Menambah variabel-variabel kontekstual lain yang diduga mempunyai korelasi dengan penggunaan informasi sistem akuntansi manajemen (SAM) seperti saling ketergantungan, gaya kepemimpinan, ukuran organisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ashford, S.J, Cummings, L.L, 1983, “Feedback as an Individual Resources: Personal strategies of Creating Information”. Organizational Behaviour and Human Performance 32, 370-398.
Barney, J.B. dan E. J. Zajac, 1994., “Competitive Organizational Behavior: Toward an Organizationally-Based Theory of Competitive Advantage”. Strategic Management Journal, Winter Special Issue, 15, hal, 5-9.
Bourne, L. E. Jr., 1966, Comments on Professor I.M. Bilodeau’s Paper, in bilodeau E. A. (ed). Acquisition of Skill, N.Y. academic Press.
Bromwich, M., 1990, “The Case for Strategic Management Accounting Sistem : The Role of Accounting Information for Strategy in Competitive Markets”, Accounting, Organization and Society, 15, 27-46.
Chenhall, R., Morris, D, 1986, “The Impact of Structure, Environment and Interdependece on The Perceived Usefulness of Management Accounting Sistem”. The Accounting Review LXI (1), 16-35.
Day, G. S., 1991. “Learning About Markets”. Report No. 91-117. Cambridge, Marketing Science Institute. and Wensley, R., 1988., “Assesing Advantage: a Framework Diagnosing Competitive Superiority”, Journal of Marketing, 1-20.
DeGeus, A. P., 1970., “Planning as Learning”, Harvard Business Review, 70-74.
David Otley, 1980., “The contigency theory of management accounting: Achievement and Prognosis”, Accounting Orgaizations and Society, vol. 5, pp. 413-428.
Dharmmesta, B.S, 1999, “Riset Konsumen dalam Pengembangan Teori Perilaku Konsumen dan Masa Depan”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, vol. VI. No.1.
Drucker, P. F. 1996, “The Executive in Action”: Managing for Results. Innovation and Enterpreneurship, The Effective. New York.
Fiol, C.M, 1991, “Managing Culture as Acompetitive Resource”. Journal of management, 17, hal. 191-211.
Foster, G. and Gupta, M, 1994., “Marketing, cost management and management accounting”, Journal of Management Accounting Research, 43–77.
Mia ,L and Clarke, 1999, “Market Competition, Use of Information Management Accunting Sistem, Performance Unit Business”. Management Accounting Research, P. 137-158
Pogue, G.A., 1990, “Strategic Management Accounting and Marketing Strategy”, Management Accounting, 68, 52-54.
Porter, M. E, 1979, “How Competitive Forces Shape Strategy”, Harvard Business Review, March/April, 137-145. , 1985, “Competitive Strategy”. Free Press, New York.
Rolfe, A. J., 1992, “Profitability Exporting Techniques Bridge Information Gap”, The Journal Of Business Strategy, 32-37. Senge, P.M., 1990, “The Leader’s New York : Building Learning Organizations”, Sloan Management Review, 7-23.
Sekaran, Uma., 2000, “Research Methods for Business”, John Wisley, p. 295-296.
Simmonds, K., 1981. “Strategic Management Accounting”, Management Acounting, UK, 26-29.
Simons, R. 1987. “Accounting Control Sistem And Business Strategy”: An Empirical Analysis: Accounting Oganization And Society, 12(4), Hal. 357-374.,
R., 1990. The Role of Management Control Sistem in Creating Competitive Advantage: New Persfectives, Accounting, Organizations And Society, 15, 127-143.
Spicer, B.H., 1992, “The Resurgence of Cost and Management Accounting : A Review of Some Recent Developments in Practice, Theories and Case Research Methods”, Management Accounting Research, 1-37.
Stephen, N. dan Kevin, P.G, 1998, “Why don’t Some People Complain A Cognitive – Emotion Process Model of Consumer Complaint Behavior”, Journal of Academy of Marketing Science, vol 26. no,3.
Tyndall, G.R, 1988, “Obtaining Better Information to Control Freight Costs : Some guidelines”, Journal of Cost Management, 55-59.
Ward, K., 1993, “Accounting For a Sustainable Competitive Advantage”, Management Accounting, 71, 36.
Ward, K., Hewson, W. And Srikanthan, S, 1992. “Accounting For The Competition”, Management Accounting, 70, 19-20.
Waterhouse and Tiessen, 1978, “A Contigency Framework For Management Accounting Sistems Research”, Management Accounting Sistems Research, 65-76.

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR RASIONAL, KULTUR

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR RASIONAL, KULTUR
ORGANISASI dan KECUKUPAN ANGGARAN TERHADAP
KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DAERAH


Osmad Muthaher

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG


ABSTRACT


Performance measurement is a process and a tool by which public transparency, public accountability, and public servant behavior can be promoted. Despite its appeal for improving government, performance measurement information rarely used to improve decision-making. This study will examine utilization of performance measure in local government and state (province) government in Central Of Java .Utilization process of performance measure consists of one phase, i.e. adoption phase. Each phase was affected by rational factors, Budget Slackfactors, organizational culture factors. The research finds that all rational factors, except internal requirement, have significant effect on adoption phase, whereas and cultural factors that have significant effect to adoption phase are internal interest groups and attitudes. Rational factors and Budget slack and organizational culture factors that have significant effect to are information, goal orientation,resourceces.
Keyword: Performance measure, utilization, adoption and implementation, rational factors, political and organizational culture factors























PENDAHULUAN
Pengukuran kinerja instansi pemerintah dimaksudkan untuk meningkatkan akuntabilitas, transparansi, pengelolaan organisasi dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Informasi kinerja yang dihasilkan oleh suatu sistem pengukuran kinerja ditujukan untuk keperluan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap organisasi, yaitu stakeholder internal maupun eksternal. Namun, tujuan utama pengukuran kinerja instansi adalah untuk memperbaiki pengambilan keputusan internal serta alokasi sumber daya. Sistem pengukuran kinerja menjadi tidak berguna sama sekali apabila informasi kinerja yang dihasilkan tidak dimanfaatkan dalam memperbaiki pengambilan keputusan.
Pemanfaatan (utilization) informasi kinerja untuk keperluan internal tidak terlepas dari tahap adopsi ukuran kinerja dan tahap menerapkan (implementasi) informasi kinerja untuk pelaporan, alokasi anggaran dan membantu pengambilan keputusan (Julnes dan Holzer, 2001). Pengakuan terhadap kedua tahap ini diperlukan karena kesalahan mengadopsi suatu ukuran kinerja akan membuat informasi kinerja menjadi tidak valid dan tidak dapat diandalkan. Jika tidak mencerminkan kinerja sebenarnya maka informasi kinerja tidak dapat diimplementasikan dalam proses pengambilan keputusan, pemantauan dan evaluasi, serta pengalokasian anggaran. Keputusan mengadopsi suatu ukuran kinerja memerlukan perencanaan yang matang berkaitan dengan kesiapan organisasi dan personel-personel pelaksana program untuk merencanakan ukuran kinerja, melaksanakan kegiatan dan mengumpulkan data kinerja. Tahap adopsi merupakan tahap pengembangan kapasitas organisasi dalam mengembangkan ukuran kinerja dan pengambilan keputusan tentang ukuran kinerja yang akan dipakai atau diadopsi. Sedangkan tahap implementasi, hasil pengukuran dan pengumpulan data atau informasi kinerja dievaluasi dan diterapkan dalam alokasi anggaran, perencanaan kinerja dan perencanaan strategis, pemantauan dan evaluasi serta pelaporan.
Pada kedua tahap pemanfaatan informasi kinerja, organisasi tidak boleh hanya mempertimbangkan faktor-faktor rasional, yaitu ketentuan eksternal dan internal, ketersediaan sumberdaya, orientasi pada tujuan, informasi yang dapat meningkatkan keahlian, namun juga mempertimbangkan pengaruh lingkungan politik, baik kelompok internal organisasi maupun kelompok eksternal serta pengaruh kultur organisasi. Dengan mengakui pengaruh faktor-faktor politik dan kultur organisasi disamping faktor-faktor rasional, maka ukuran kinerja yang dirancang dan diadopsi akan dapat dimanfaatkan dalam memperbaiki pengambilan keputusan.
Beberapa penelitian mengemukakan fakta bahwa ukuran-ukuran kinerja tidak dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan, alokasi anggaran, atau pemantauan program (Julnes danHolzer,2001). Swindell dan Kelly (2002) mengemukakan bahwa hampir 75 % organisasi yang mengumpulkan data kinerja di Amerika Serikat tidak menggunakannya dalam pengambilan keputusan.
Penelitian ini berusaha mengetahui praktik-praktik pengukuran kinerja di instansi pemerintah dan meneliti pengaruh faktor-faktor rasional,politik dan kultur organisasi terhadap pengadopsian dan pengimplementasian suatu ukuran kinerja. Penelitian ini menggunakan kerangka berpikir dari penelitian yang dilakukan oleh Julnes dan Holzer (2001) dan menyesuaikannya untuk kondisi yang ada dalam praktik-praktik pengukuran kinerja di instansi pemerintah Indonesia. Penelitian ini berfokus pada pejabat-pejabat instansi pemerintah (eselon 2,3 dan 4) untuk mengetahui keberadaan ukuran-ukuran kinerja, sikap dan persepsi mereka terhadap ukuran kinerja, dan faktor-faktor kontekstual yang mempengaruhi penggunaan ukuran-ukuran kinerja.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini secara spesifik untuk menganalisis pengaruh signifikansi faktor-faktor rasional terhadap adopsi ukuran kinerja di instansi pemerintah daerah
TELAAH PUSTAKA
1 Kinerja Instansi Pemerintah Daerah
Pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai pengendalian organisasi karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system.
Topik tentang pengukuran kinerja di sektor publik mendapat perhatian yang cukup besar dari peneliti-peneliti terutama di negara-negara maju. Peneliti- peneliti tersebut mendiskusikan mulai dari manfaat pengukuran kinerja (Wang,2002; Propper dan Wilson;2003), desain pengukuran kinerja yang efektif (Kravchuk dan Schak,1996), resiko pengukuran kinerja (Bruijn,2002) sampai kepada hambatan psikologis terhadap pengukuran dan manajemen kinerja (Behn,2002). Perhatian yang besar terhadap pengukuran kinerja disebabkan oleh opini bahwa pengukuran kinerja dapat meningkatkan efisiensi, keefektifan, penghematan dan produktifitas pada organisasi-organisasi sector publik. Meskipun literatur tentang pengukuran kinerja telah lama ada, namun di organisasi publik, pemanfaatan ukuran-ukuran kinerja masih menjadi sesuatu yang problematik. Terdapat beberapa kesulitan bawaan dalam melakukan pengukuran kinerja dikarenakan karakteristik organisasi publik dan beragamnya stakeholder yang berpengaruh. Kesulitan-kesulitan itu mempengaruhi setiap tahap pengembangan ukuran kinerja dan dalam pemanfaatan informasi ukuran kinerja. Beberapa kesulitan tersebut diantaranya adalah (Wholey,1999;de Bruijn, 2002; Hatry,1999; Kravchuk dan Schack,1996;Rainey,1999)
a. Kesepakatan dalam menentukan indikator kinerja organisasi yang akan diukur.
Karena luasnya dimensi dari ukuran kinerja, maka terdapat kesulitan dalam menentukan dimensi dari kinerja yang akan menjadi fokus pengukuran, apakah berfokus pada input, proses, output atau outcome. Fokus pada salah satu aspek pengukuran kinerja akan menimbulkan efek yang berbeda-beda. Misalnya, apabila fokus pada input, maka organisasi menghargai ambisi namun mengabaikan hasil yang akan dicapai. Demikian pula apabila organisasi fokus pada proses, maka organisasi akan meningkatkan beban kerja tanpa menghiraukan kualitas layanan. Organisasi yang berfokus pada hasil (output) dan outcome juga akan menimbulkan efek negatif, dikatakan oleh de Bruijn (2002) sebagai perilaku strategik, yaitu meningkatkan output agar sesuai dengan kriteria yang ada dan dapat menimbulkan game playing.
b. Kesepakatan atas apa yang menjadi misi, tujuan dan strategi organisasi.
Kesepakatan harus dicapai dengan melibatkan stakeholder yang beragam, padahal stakeholder memiliki pilihan dan kepentingan yang berbeda-beda.
c. Kesiapan organisasi, baik dari sumberdaya, kapasitas organisasi, dalam melaksanakan dan mengevaluasi infromasi kinerja.
Pengukuran kinerja di sector publik mengukur output atau outcome yang sulit diukur karena tidak ada pasar menentukan nilai output atau outcome. Dalam proses menetapkan indikator kinerja, organisasi harus memiliki kemampuan melakukan forecasting untuk menyesuaikan sumberdaya organisasi dengan output dan outcome yang akan dicapai. Untuk melakukan hal itu, diperlukan sumberdaya manusia atau personel yang terlatih dalam merencanakan indikator dan target kinerja, sehingga dapat diukur. Indikator kinerja juga tidak hanya menunjukkan ambisi namun hal yang realistis dapat dicapai organisasi. Keahlian dan sistem informasi yang baik diperlukan dalam mengumpulkan data kinerja. Data kinerja dapat berasal dari catatan organisasi (objective measure) atau yang dilakukan melalui survey (subjective measure). Untuk menghasilkan data kinerja yang valid dan dapat diandalkan maka diperlukan keahlian staf program dan sistem informasi yang memadai.
d. Permasalahan kultur dan komitmen.
Pengukuran kinerja tentunya membawa perubahan ke dalam organisasi. Perubahan ini tentunya akan ditanggapi atau dipersepsikan secara berbeda oleh individu-individu dalam organisasi dan akan membawa perubahan dalam kultur organisasi. Sistem pengukuran kinerja akan membawa hasil apabila pengukuran kinerja dipersepsikan akan membawa dampak baik terhadap perosonil organisasi dan akan mendorong komitmen kepada system pengukuran kinerja. Namun pengukuran kinerja akan menimbulkan konflik, terutama apabila kinerja atau tujuan yang diinginkan tidak dapat dicapai. Hal ini akan menimbulkan komitmen yang rendah terhadap pengukuran kinerja.
e. Dukungan politik.
Organisasi sektor publik tidak bisa melepaskan diri dari interaksi dengan stakeholder dan menutup diri dari masa jabatan pemerintah dan legislative yang terbatas. Konsistensi kebijakan dalam pelaksanaan program dan system pengukuran kinerja serta kepentingan politik merupakan sumber ketidakpastian yang mempengaruhi pengukuran kinerja di sektor publik. Para pimpinan dan anggota organisasi sektor publik akan mengalami kebingungan apabila terjadi ketidakkonsistenan antara kebijakan sebelumnya dengan kebijakan pemerintahan baru, sementara outcome dari pemerintahan sebelumnya belum dapat dirasakan. Fenomena ini menimbulkan keraguan untuk mengadopsi dan mengimplementasikan ukuran kinerja apabila tidak ada aturan tentang konsistensi kebijakan publik.
2. Konsep Kultur Organsiasi
onsep kultur organisasi yang digunakan Hofstede dkk (1990), dalam penelitian lintas budaya antar departemen dalam perusahaan pada dasarnya merupakan pengembangan dari konsep dimensi budaya nasional yang banyak digunakan dalam penelitian-penelitian perbedaan budaya antar negara. Menurutnya antara budaya nasional dan budaya organisasi merupakan fenomena yang identik. Perbedaan kedua budaya tersebut tercermin dalam manifestasi budaya kedalam nilai dan praktek. Perbedaan budaya tingkat organisasi umumnya terletak pada praktek-praktek dibandingkan dengan perbedaan nilai-nilai. Perbedaan budaya organisasi selanjutnya dapat dianalisis pada tingkat unit organisasi dan sub organisasi (Supomo, 1998; dalam Susanti 2002 ).
Hofstede dkk (1990) dalam Susanti (2002) membagi budaya organisasional kedalam 6 dimensi praktis, yaitu: (1) process Oriented vs Result Oriented (2) Employe Oriented vs Job Oriented (3) Parochial vs Proffesional (4) Open System vs Clossed System (5) Loose Control vs Tight Control (6) Normative vs Pragmatig
3. Kecukupan Anggaran
Kecukupan anggaran adalah tingkat persepsi masing-masing manajer pusat pertanggungjawaban bahwa sumber-sumber yang dianggarakan untuk unit organisasinya mencukupi untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuannya (Nouri dan Parker, 1998 dalam Supriyono, 2004).
Kecukupan anggaran adalah tingkat persepsi individual bahwa sumber-sumber yang dianggarakan mencukupi untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang diperlukan. Gagasan tersebut dapat dibedakan dari gagasan slack anggaran. Slack anggaran (kekenduran anggaran atau anggaran yang “aman”) adalah kesenjangan bawahan untuk menyusun usulan anggaran biaya yang jumlahnya berlebihan (atau untuk anggaran pendapatan dan laba jumlahnya terlalu rendah) dibandingkan dengan anggaran yang sewajarnya diperlukan. Dengan kata lain, slack anggaran terdiri dari dua komponen yaitu:
1. Sumber-sumber anggaran yang berlebihan.
2. Hasil dari bias yang sengaja dalam meramal anggaran (dimaksudkan agar tujuan kinerja mudah dicapai).
Kecukupan anggaran tidak harus melibatkan sumber-sumber yang berlebihan atau bias yang disengaja dalam peramalan.
dengan dimensi employee oriented) dengan keberhasilan suatu perusahaan,. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi budaya organisasi yang memiliki kaitan erat dengan praktik pembuatan keputusan partisipatif adalah employee oriented vs job oriented.
4. Pemanfaatan Informasi Kinerja
Proses pemanfaatan (Utilization process) merupakan suatu proses perubahan dan proses keperilakuan dalam pengambilan keputusan yang meliputi tahap-tahap adopsi dan implementasi (Beyer dan Trice,1982; Cronbach,dkk,1980; Stehr,1992; Julnes dan Holzer,2001). Pemanfaatan informasi kinerja juga dapat dibagi dalam dua tahap tersebut, yaitu tahap adopsi dan tahap implementasi hasil pengukuran kinerja (Julnes dan Holzer, 2001). Tahap adopsi ukuran kinerja merupakan tahap pengembangan ukuran-ukuran kinerja, yaitu pengembangan ukuran- ukuran kinerja input,output,outcome dan efisiensi dengan mempertimbangkan kapasitas dan sumberdaya yang ada di organisasi. Tahap implementasi merupakan tahap menggunakan ukuran kinerja untuk perencanaan strategis, perencanaan kinerja alokasi anggaran, pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Pembagian proses pemanfaatan informasi kinerja menjadi dua tahap disebabkan oleh pengguna dan kepentingan yang berbeda dalam kedua tahap tersebut. Selain itu, proses pengambilan keputusan pada kedua tahap pemanfaatan informasi kinerja ini dipengaruhi oleh faktor-faktor rasional dan politik serta kultur organisasi (Julnes dan holzer,2001; Morrow dan Hint,2000; Behn,2002) yang memiliki pengaruh-pengaruh yang berbeda pada kedua tahap. Pengakuan terhadap kedua tahap ini memungkinkan organisasi mengatasi hambatan-hambatan pengukuran kinerja.
a Adopsi ukuran kinerja
Proses pengadopsian suatu ukuran kinerja merupakan suatu keputusan yang didasarkan pada faktor-faktor rasional (Julnes dan Holzer,2001), dimana organisasi menilai kemampuannya untuk melaksanakan suatu ukuran kinerja. Faktor-faktor rasional itu adalah informasi, sumberdaya, orientasi tujuan (goal), dan ketentuan eksternal dan internal (Julnes dan Holzer, 2001). Informasi tentang ukuran kinerja dapat diperoleh melalui media, peraturan-peraturan, buku manual, internet, pelatihan, workshop, seminar. Informasi ini dapat meningkatkan kemampuan teknis pelaksana program atau kegiatan. Semakin banyak informasi yang diperoleh tentang pengukuran kinerja yang benar, maka organisasi semakin memiliki kemampuan teknis untuk mengadopsi sistem pengukuran kinerja. Faktor rasional lainnya adalah ketersediaan sumberdaya yang dikhususkan untuk pengukuran kinerja. Apabila terdapat sumberdaya, yaitu staf dan dana, yang dikhususkan untuk mengembangkan, mengumpulkan dan mengevaluasi kinerja maka akan berdampak pada pengadopsian suatu ukuran kinerja. Staf yang kapable dan tersedianya sumberdaya keuangan sangat penting dalam mengembangkan dan memantau ukuran kinerja (Wang, 2002).
Orientasi tujuan (goal), yaitu konsensus terhadap tujuan dari setiap program. Kesepakatan terhadap tujuan dari setiap program dan kegiatan yang akan dilaksanakan akan membawa pada tujuan kinerja (Performance goal). Orientasi tujuan ini memungkinkan organisasi untuk mengadopsi suatu ukuran kinerja. Ketentuan eksternal dan internal merupakan peraturan yang mengharuskan instansi mengadopsi ukuran kinerja. Peraturan itu bisa berasal dari luar (mandat dari UU, Peraturan Pemerintah, PERDA atau BAWASDA dan LAN/ BPKP) maupun kebijakan manajemen atau pimpinan instansi. Keseluruhan Faktor-faktor rasional itu diprediksi mempengaruhi organisasi dalam mengadopsi suatu ukuran kinerja. Penelitian Julnes dan Holzer (2001) menemukan bahwa faktor-faktor rasional mempengaruhi organisasi Pemerintah dalam keputusan mengadopsi ukuran kinerja. Penelitian Wang (2002) juga mengindikasikan bahwa ketersediaan sumberdaya, dan kesepakatan akan tujuan memungkinkan organisasi untuk mengembangkan ukuran Meskipun faktor rasional merupakan hal yang pertama dipertimbangkan dalam membuat keputusan, namun perlu disadari bahwa organisasi, terutama organisasi sector publik beroperasi dan berinteraksi dalam lingkungan dimana banyak pihak yang terlibat. Pembuatan keputusan dalam organisasi tidak terlepas dari pengaruh politik organisasi (Morrow dan Hitt, 2000) yang berasal dari luar dan dalam organisasi. Selanjutnya, Fisher (1986 dalam Julnes dan Holzer,2001) menyatakan bahwa kerangka rasional harus juga ditempatkan juga dalam kerangka politik. Politik dalam organisasi muncul dari tidak tercapainya kesepakatan dari unsur-unsur yang ada dalam organisasi yang berpotensi menimbulkan konflik (Morrow dan Hitt,2000). Konflik ini biasanya diselesaikan dengan proses politik internal seperti koalisi dan bargaining dan memberikan insentif dan penghargaan. Pihak-pihak yang memiliki kekuasaan (power) dalam organisasi, seperti pimpinan organisasi dan manajemen lainnya, berkesempatan mengumpulkan simpati untuk mempertahankan keyakinannya.
b. Implementasi informasi kinerja
Pengukuran kinerja tidaklah berhenti hanya ketika organisasi telah mengadopsi ukuran kinerja. Pengukuran kinerja tidak memiliki manfaat apabila informasi kinerja yang dihasilkan tidak dimanfaatkan atau diimplementasikan. Tahap berikutnya setelah ukuran kinerja diadopsi adalah memanfaatkan ukuran kinerja untuk perencanaan strategis, perencanaan kinerja tahunan, alokasi anggaran, monitoring, evaluasi dan pemantauan serta melaporkan informasi tersebut kepada pihak-pihak baik secara vertikal (kepada atasan) maupun secara horisontal (parlemen). Implementasi ukuran kinerja dipengaruhi oleh faktor politik dan kultur organisasi (Julnes dan Holzer,2001; Wang, 2002; Behn,2002;Rainey,1999). Faktor politik dalam organisasi, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi, berpengaruh terhadap implementasi informasi pengukuran kinerja. Dukungan dari stakeholder internal dan pihak legislatif dan masyarakat agar informasi kinerja dimanfaatkan untuk perencanaan strategis, alokasi anggaran, pengendalian dan pemantauan serta pelaporan akan semakin meningkatkan pemanfaatan informasi pengukuran kinerja. Pemanfaatan ukuran kinerja juga dipengaruhi oleh sikap pelaksana program terhadap ukuran kinerja. Pemanfaatan informasi kinerja akan dapat berjalan dengan baik apabila pelaksana program atau personil program merasa bahwa informasi kinerja tersebut dapat memperbaiki kinerja organisasi dan tidak dimaksudkan untuk “menyingkirkan” mereka. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa personil organisasi akan mendukung implementasi ukuran kinerja apabila tidak berdampak buruk terhadap karir mereka, misalnya pemberian hukuman atau sanksi, dan sebaliknya apabila berakibat buruk terhadap karirnya (Behn,2002).
Dalam tahap implementasi, penelitian Julnes dan Holzer (2001) menemukan bahwa tidak semua faktor rasional berpengaruh dalam implementasi kinerja. Faktor sumberdaya dan informasi merupakan dua faktor yang berpengaruh dalam tahap implementasi. Hal ini dikarenakan organisasi masih memerlukan informasi dan sumberdaya untuk mengevaluasi dan menganalisa kinerja agar dapat dimanfaatkan dalam pengambilan keputusan. Selain faktor-faktor rasional tersebut, tujuan yang telah disepakati merupakan prasyarat utama untuk menggunakan informasi kinerja (Wholey, 1999). Pendapat ini didukung penelitian Wang (2002) bahwa performance goal berdampak pada proses perencanaan strategik dan proses manajemen dan proses evaluasi kinerja karyawan. Dengan demikian, selain faktor informasi dan faktor sumberdaya, orientasi tujuan juga berpengaruh terhadap implementasi informasi kinerja. Dari uraian diatas dapat diduga bahwa faktor-faktor politik dan kultur organisasi berpengaruh dalam implementasi informasi pengukuran kinerja. Demikian juga faktor-faktor rasional, yaitu sumberdaya, informasi, dan orientasi tujuan, juga diduga berpengaruh signifikan terhadap tahap implementasi. Untuk itu,
5. Pengaruh Faktor-Faktor Rasional Terhadap Adopsi Kinerja
Dalam konteks pengukuran kinerja, peran pimpinan dan level manajemen sangat penting dalam meraih kesepakatan internal organisasi untuk mengadopsi suatu ukuran kinerja. Pengadopsian suatu ukuran kinerja merupakan suatu proses internal dalam organisasi. Meskipun stakeholder eksternal juga berpengaruh terhadap instansi pemerintah, namun dalam mengadopsi suatu ukuran kinerja stakeholder eksternal kurang berperan. Penelitian Wang (2002) menunjukkan bahwa komunikasi dengan stakeholder eksternal, yaitu legislatif dan warga negara, terjadi ketika proses dengar pendapat dalam proses penetapan anggaran, perencanaan strategis dan lainnya dimana instansi pemerintah mengkomunikasikan informasi hasil pengukuran kinerja. Penelitian Julnes dan Holzer (2001) juga menemukan bahwa pengaruh kelompok eksternal tidak signifikan dalam pengadopsian suatu ukuran kinerja. Kultur organisasi merupakan sekumpulan nilai yang melekat dalam organisasi dan menjadi dasar bagi personil organisasi dalam menghadapi permasalahan yang timbul. Beberapa asersi menyatakan bahwa kultur organisasi dalam birokrasi pemerintah cenderung resisten terhadap perubahan (resistance to change) dan lambat menerima inovasi (Rainey,1999). Persepsi personil terhadap suatu ukuran kinerja akan mempengaruhi apakah ukuran tersebut akan diadopsi. Sikap menolak terhadap suatu ukuran kinerja cenderung menghambat pengadopsian sedangkan sikap yang tidak resisten cenderung membuat pengadopsian suatu ukuran Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diduga bahwa pengadopsian suatu ukuran kinerja oleh organisasi publik dipengaruhi oleh faktor-faktor rasional (sumberdaya, informasi, orientasi tujuan, Ketentuan eksternal dan internal) dan beberapa faktor-faktor politik (kelompok internal dan sikap). Untuk itu, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1 : Faktor-faktor rasional seperti sumber daya, informasi dan orientasi tujuan berpengaruh signifikan terhadap adopsi ukuran kinerja di instansi Pemerintah Daerah.
6. Pengaruh Kultur Organisasi dan Kinerja Instansi Pemerintah Daerah
Menurut Holmes dan Marsden (1996) kultur organisasi mempunyai pengaruh terhadap perilaku, cara kerja dan motivasi para manajer dan bawahannya untuk mencapai kinerja organisasi. Berdasarkan hasil penelitian yang berkaitan dengan kultur organisasi , ditentukan bahwa dimensi kultur mempunyai pengaruh terhadap penyusunan anggaran dalam meningkatkan kinerja instansi pemerintah daerah.
Hubungan antar variabel tersebut tersebut dapat dirumuskan dalam hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah:
H2: Kultur organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja instansi pemerintah daerah.
7. Pengaruh Kecukupan Anggaran Terhadap Kinerja Instansi Pemerintah Daerah
Beberapa penelitian di bidang akuntansi mengemukakan bahwa para manajer bawah mempunyai informasi yang lebih akurat daripada para atasannya mengenai kondisi-kondisi lokal pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Penelitian ini didasarkan pada gagasan bahwa para manajer bawah (manajer pusat pertanggunjawaban) seringkali memiliki informasi yang lebih baik mengenai level anggaran yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan aktivitas-aktivitas unit organisasinya daripada atasannya (manajer puncak). Oleh karena itu, para manajer bawahan akan berusaha untuk memberikan informasi tersebut ke dalam usulan anggarannya untuk menjamin bahwa mereka memperoleh sumber-sumber yang mencukupi untuk melaksanakan aktivitas-aktivitasnya. Anggaran partisipatif memungkinkan para bawahan untuk memasukkan informasi tersebut ke dalam usulan anggarannya daripada nonpartisipatif sehingga mereka tercapai kecukupan anggaran. Berdasar gagasan ini dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
H3 : Kecukupan anggaran mempengaruhi implementasi kinerja instansi Pemerintah daerah
8. Kerangka Penelitian
Berdasarrkan telaah teoritis yang telah diuraikan di muka tentang pengaruh pengaruh faktor-faktor rasional, kultur, kecukupan anggaran terhadap kinerja instansi pemerintah daerah, maka model penelitian yang dipakai dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1
Kerangka Peneltian











METODE PENELITIAN
1. Pemilihan sampel dan pengumpulan data
Penelitian dilakukan di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kota Semarang , Pemerintah Kabupaten Semarang , Pemerintah Kabupaten Demak, yaitu pada Instansi Pemerintah Daerah (Dinas dan Badan). Instansi Pemerintah Daerah tersebut dipilih secara acak (simple random sampling) agar dapat mencerminkan keadaan tingkat adopsi dan implementasi ukuran kinerja di instansi daerah. Untuk menanyakan praktik pengukuran kinerja di instansi maka peneliti mengirimkan kuisioner kepada pejabat eselon 2, 3 dan 4 di masing-masing instansi yang dipilih.
Penentuan sampel ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Hussein Umar, 1999) :


Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
e = error (tingkat kesalahan yang masih dapat ditoleransi)
Dengan tingkat kesalahan 10 % maka penentuan sampel dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut :








Berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus Slovin, didapatkan jumlah sampel sebesar 84.48 atau dibulatkan menjadi 85 sampel yang menjadi responden.
Untuk mendapatkan data yang relevan sehingga dapat dijadikan landasan dalam proses analisis, maka diperlukan adanya metode pengumpulan data. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah :
1. Metode Kuesioner
Metode kuesioner merupakan metode atau cara pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan yang terdiri dari 4 instrumen, yaitu : partisipasi penyusunan anggaran, gaya kepemimpinan, pelimpahan wewenang serta kinerja manajerial yang disampaikan pada responden secara langsung, sehingga diharapkan tingkat pengembaliannya besar.
2. Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data dengan cara mempelajari atau menelaah buku literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

2. Defenisi Operasional dan pengukuran Variabel-variabel penelitian
Variabel dependen
Adopsi:
Tahap adopsi adalah suatu tahap dimana organisasi mengembangkan suatu ukuran kinerja. Faktor ini dibentuk dari jawaban empat pertanyaan mengukur seberapa sering ukuran input (ekonomi), output, outcome, dan efisiensi dikembangkan untuk program-program di organisasi. Diukur dalam lima skala Likert.
Variabel Independen
Faktor-faktor rasional terdiri dari:
1. Sumber daya
Organisasi publik yang menerapkan pengukuran kinerja memberi perhatian terhadap tersedianya sumberdaya, memiliki staf yang dikhususkan untuk mengevaluasi kinerja, dan mengumpulkan data yang memadai. Variabel ini diukur dengan pertanyaan tingkat sumberdaya yang dimiliki, tingkat staf yang digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja dan pengumpulan data, tingkat keterlibatan staf dan instansi lain dalam penggunaan kinerja, tingkat pengumpulan data dan tingkat benchmarking yang dilakukan instansi. Masing-masing pertanyaan diukur dengan skala Likert mulai dari 1, tidak ada sampai 5, tinggi..
2. Informasi
Dalam mengadopsi pengukuran kinerja, karyawan staf atau non staf harus memiliki kemampuan teknis tentang bagaimana melakukan dan mengimplementasikan pengukuran kinerja. Variabel informasi memiliki tiga dimensi, yaitu akses kepada informasi atau publikasi, asistensi atau bantuan konsultan/ahli, pelatihan, dan seminar. Masing-masing dimensi diukur dengan menggunakan skala Likert (5 skala).
3. Orientasi tujuan (goal):
Konsensus terhadap tujuan dari setiap program apabila setiap program memiliki tujuan, adopsi ukuran kinerja semakin mungkin terlaksana. Variabel ini memiliki dimensi diarahkan oleh tujuan dan sasaran, strategi-strategi dikomunikasikan, perumusan misi yang mendorong efisiensi, kejelasan tujuan dan sasaran. Masing-masing diukur dengan skala Likert (5 skala).
4. Kutlur Organisasi
Kultur organisasi merupakan nilai-nilai dai keyakinan yang dimiliki para anggota organisasi yang dimanifestaikan dalam bentuk norma-norma perilaku para individu atau kelompok organisasi yang bersangkutan (pendekatan dimensi praktek) (Hofstede at.al 1990). Secara spesifik variable budaya menjelaskan orientasi budaya perusahaan pada level departemen atau bagian.. Pengukuran variable dengan instrument yang dikembangkan Supomo (1998)berdasarkan analisi factor pada instrumen Hofstede at.al (1990)
5. Kecukupan Anggaran
Kecukupan anggaran adalah tingkat persepsi masing-masing manajer pusat pertanggungjawaban bahwa sumber-sumber yang dianggarakan untuk unit organisasinya mencukupi untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuannya (Nouri dan Parker, 1998). Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel ini diadopsi dari R.A. Supriyono (2004) yang dikembangkan oleh Nouri dan Parker (1998). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 (tiga) item pertanyaan yang dipakai untuk mengukur kecukupan anggaran dengan menggunakan skala 5 (lima) poin, dimana skor terendah (poin 1) menunjukkan sangat setuju anggarannya tidak mencukupi, sedangkan skor tinggi (poin 7) menunjukkan sangat setuju anggarannya mencukupi.
3. Metode analisis data
a. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran mengenai demografi responden (umur, jenis kelamin, jabatan, pendidikan dan pengalaman kerja) dan deskriptif mengenai variabel-variabel penelitian ini dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi absolute yang menunjukkan angka rata-rata, median, kisaran dan deviasi standar.
b. Uji Kualitas Data
Dalam suatu penelitian, data mempunyai kedudukan yang paling tinggi, karena merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai pembuktian hipotesis. Oleh karena itu, benar tidaknya data sangat menentukan kualitas hasil penelitian ini. Ada 2 konsep yang digunakan untuk mengukur kualitas data, yaitu uji validitas dan uji reliabilitas.
1. Uji Validitas
Imam Ghozali (2005) mengemukakan bahwa uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid, apabila pertanyaan kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut. Jadi, uji validitas tersebut digunakan untuk mengukur apakah pertanyaan dalam kuesioner yang sudah dibuat betul-betul dapat mengukur apa yang hendak diukur. Nilai validitas dilihat dari output Cronbach Alpha pada kolom Correlated Item-Total Correlation. Apabila nilai r hitung lebih besar dari r tabel pada degree of freedom (df) = n-2 maka indikator tersebut dinyatakan valid (Imam Ghozali, 2005).
2. Uji Reliabilitas
Setelah uji validitas, maka dilakukanlah uji reliabilitas yang bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hasil suatu pengukuran tetap konsisten apabila pengukuran dilakukan 2 kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukuran yang sama pula. Atau dengan kata lain, suatu kuesioner dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten dari waktu ke waktu. Dalam penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menghitung Cronbach Alpha dari masing-masing instrumen dalam suatu variabel. Suatu instrumen dikatakan andal (reliable) apabila memiliki Cronbach Alpha > 0,60 (Nunnally, 1978 dalam Imam Ghozali, 2005).
c. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol (Imam Ghozali, 2005).
Uji multikolinieritas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF), dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut :
Jika nilai tolerance mendekati angka 1 dan nilai VIF dibawah 10, maka tidak terjadi masalah multikolinieritas.
Jika nilai tolerance tidak mendekati angka 1 dan nilai VIF diatas 10, maka tidak terjadi masalah multikolinieritas.
2. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di-studentized (Imam Ghozali, 2005).
Dasar pengambilan keputusan :
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Dengan demikian maka model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas dimana data akan berpencar dan tidak membuat suatu pola atau tren garis tertentu.
3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Untuk mendeteksi terjadinya otokorelasi atau tidak dalam suatu model regresi dilakukan dengan menggunakan Durbin Watson (Algifari, 1997). Cara pengujiannya dengan membandingkan nilai Durbin Watson (d) dengan dl dan du tertentu atau dengan melihat table Durbin Watson yang telah ada klasifikasinya untuk menilai perhitungan d yang diperoleh.
4. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal (Ghozali, 2005).
Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas adalah melihat histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Namun demikian hanya dengan melihat histogram, hal ini bisa menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel kecil. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Pada dasarnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya.
Dasar pengambilan keputusan :
1. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
5. Uji Hipotesis
Masing-masing hipotesis akan diuji dengan alat analisis regresi berganda (multiple regresion) yaitu dengan persamaan:
Y= a0+bX1+bX2+bX3+bX4+ bX5+ e
Dimana:
Y= Tahap Adopsi
Variabel rasional
X1 = Sumberdaya
X2= Informasi
X3= Orientasi tujuan
X4= Faktor kecukupan anggaran
X5= Faktor Kultur Organisasi
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
1 Respon Rate Kuesioner
Responden Rate kuesioner ini merupakan upaya yang dilakukan oleh penulis untuk menyeleksi kuesioner yang sekiranya dapat dipakai dan kuesioner yang tidak dapat dipakai. Jumlah kuesioner yang dikirim secara langsung dalam penelitian ini adalah 85 eksemplar. Pengiriman dan pengumpulan kuesioner dilakukan selama 3 bulan. Perhitungan tingkat pengembalian kuesioner dapat dilihat pada data berikut ini
- Julah kuesioner yang dikirim = 100 kuesioner
- Kuesioner yang direspon = 82 kuesioner
- Kuesioner yang tidak direspon = 18 kuesioner
- Kuesioner yang tidak dapat digunakan = 3 kuesioner
- Total kuesioner yang dapat digunakan = 79 kuesioner
- Tingkat pengembalian (respond rate) = 82 x 100 % = 82,%
100
- Tingkat pengembalian yang digunakan = 79 x 100 % = 79%
(usable respond rate) 100

Respoden yang dapat dijadikan sampel dalam penelitian harus memiliki kriteria sebagai manajer (Kabag), atau seseorang yang memiliki posisi penting dalam sebuah Instansi/Dinas. Berikut ini penulis sajikan profil responden yang menjadi sampel berdasarkan umur, jenis kelamin, jabatan, pendidikan dan pengalaman kerja.
2. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif ini dimaksudkan untuk menggambarkan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu variabel rasional terdiri dari Sumberdaya, Informasi, orientasi tujuan, kultur organsisasi, kecukupan anggaran dan adopsi ukran kinerja di instansi Pemerintah daerah. Berdasarkan hasil kuesioner yang diterima, tabel di bawah ini memperlihatkan kisaran teoritis .


Tabel 4.5


skor jawaban responden atas variabel rasional yang terdiri dari sumber daya berkisar 9 sampai 35 dengan standar deviasi 5.749 dan nilai modus 26 Nilai tersebut menunjukkan responden cenderung menjawab secara moderat saja. Untuk variabel penggunaan informasi skor jawaban responden berkisar 5 sampai 13 dengan standar deviasi 2.02 dan nilai modus 8. Nilai modus yang mendekati skor maksimum kisaran teoritis ini menunjukkan bahwa responden merasakan akses informasi atau publikasi, asistensi atau bantuan konsultan/ahli, pelatihan, dan seminar.. Variabel orientasi tujuan skor jawaban responden antara 6 sampai dengan 17 dengan standar deviasi 2.14 dan nilai modus 11. Nilai modus yang mendekati skor maksimum kisaran teoritis tersebut menunjukkan kecenderungan apabila setiap program memiliki tujuan adopsi ukuran kinerja. semakin mungkin terlaksana. Untuk jawaban responden atas kultur organisasi memberikan skor paling tinggi 40 dan terendah 16 dengan standar deviasi 3.456 dan nilai modus 16, hal ini memberi sinyal bahwa jawaban responden berkecenderungan bahwa kultur dapat mempengaruhi mereka untuk mengadopsi dalam mengukur kinerja. Untuk jawaban responden atas variabel kecukupan anggaran berkisar 4 sampai 21dengan standard deviasi 3.416 dan nilai modus 17. Nilai tersebut menunjukkan bahwa responden berkecenderungan memanfaatkan kecukupan anggaran guna mengadopsi ukuran kinerja.
3. Hasil Uji Kualitas Data
Hasil Uji Validitas
Kualitas data dapat diuji dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas.Uji reliabilitas digunakan cronbach alpha dengan tingkat alpha > 0.60 (Nunnaly, 1978). Sedangkan Uji validitas digunakan menghitung R kritis masing-masing butir pertanyaan dengan butir skor.Hasil pengujian reliabilitas dan validitas secara rinci disajikan dalam tabel 4.3 dan 4.4 (terlampir)
Hasil Uji Asumsi Klasik
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data berdistribusi normal. Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa semua data menyebar mengikuti garis normalitas.
Gambar 4.1
Uji Normalitas Data

Sedangkan Hasil Uji Heterokedastisitas berdasrkan Gambar 4.2 terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta menyebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y tidak teratur dan tidak membentuk pola tertentu, maka dapat disimpulkan bahwa pada uji ini tidak terjadi problem heterokedastisitas pada model regresi.
Gambar 4.2
Uji HEterokedastisitas

Sedangkan hasil Uji Multikolinearitas berdasrkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa nilai Tolerance X1, X2 dan X3 lebih besar dari 0,1. Selain itu apabila dilihat dari nilai VIF-nya, ternyata rata-rata variabel bebas memiliki nilai VIF yang kurang dari 10 sehingga dapat dikatakan bahwa hasil analisis terhadap ke-tiga variabel (X1, X2 dan X3) di atas tidak terjadi problem Multikolinearitas, artinya persamaan model regresi tersebut memiliki hubungan yang sempurna dan dapat sebagai alat analisis lebih lanjut
4. Pengujian Hipotesis Pertama
Untuk mengetahui adanya pengaruh signifikan faktor-faktor rasional seperti sumber daya, informasi dan orientasi tujuan terhadap adopsi ukuran kinerja di instansi Pemerintah Daerah. digunakan uji regresi berganda. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan diperoleh nilai-nilai yang tercantum dalam tabel 4.7 yaitu
Tampak bahwa Faktor-faktor rasional seperti sumber daya, informasi dan orientsi tujuan berpengaruh signifikan terhadap adopsi ukuran kinerja, hal ini terlihat dari nilai signifikansi ketiga faktor tersebut lebih kecil dari nilai 5%. Dengan demikian hipotesis 1 yang menyatakan faktor-faktor rasional secara signifikan mempengaruhi adopsi ukuran kinerja tidak dapat ditolak Hasil ini mendukung penelitian dari Lauerensius dan Halim (2005) yang membuktikan bahwa faktor-faktor rasional berpengaruh signifikan terhadap adopsi ukuran kinerja instansi pemerintah daerah.
Tabel 4.6
Hasil Analisis Regresi Berganda

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) -2.918 1.138 -2.564 .012
SD .126 .051 .313 2.496 .014 .108 9.229
IN -.056 .049 -.049 -1.134 .050 .923 1.084
OT -.009 .046 -.008 -.187 .050 .935 1.070
KO .600 .030 .895 20.029 .000 .856 1.168
KA -.255 .084 -.375 -3.043 .003 .112 8.912
a Dependent Variable: AD

4. Pengujian Hipotesis Ke dua
Untuk mengetahui adanya pengaruh signifikan kultur organisasi terhadap adopsi ukuran kinerja di instansi Pemerintah Daerah. digunakan uji regresi berganda. Berdasarkan hasil pengujian tabel 4.7 tampak bahwa kultur organisasi berpengaruh signifikan terhadap adopsi ukuran kinerja, hal ini terlihat dari nilai signifikansi faktor kultur organisasi sebesar 0.000 nilai tersebut lebih kecil dari nilai signifikansi 5%. Dengan demikian hipotesis 2 yang menyatakan bahwa kultur organisasi secara signifikan mempengaruhi adopsi ukuran kinerja tidak dapat ditolak Hasil ini mendukung penelitian dari Holmes dan Marsden (1996) bahwa kultur organisasi mempunyai pengaruh terhadap perilaku, cara kerja dan motivasi para manajer dan bawahannya untuk mencapai kinerja organisasi.
5. Pengujian Hipotesis Ke tiga
Untuk mengetahui adanya pengaruh signifikan kecukupan anggaran terhadap adopsi ukuran kinerja di instansi Pemerintah Daerah. digunakan uji regresi berganda. Berdasarkan hasil pengujian tabel 4.7 tampak bahwa kecukupan anggran berpengaruh signifikan terhadap adopsi ukuran kinerja, hal ini terlihat dari nilai signifikansi faktor kecukupan anggaran sebesar 0.003 nilai tersebut lebih kecil dari nilai 5%. Dengan demikian hipotesis 3 yang menyatakan bahwa kecukupan anggaran secara signifikan mempengaruhi adopsi ukuran kinerja tidak dapat ditolak Hasil ini mendukung penelitian dari Nouri dan Parker, (1998) (dalam Supriyono, 2004). bahwa kecukpupan anggaran mempunyai pengaruh terhadap para manajer dan bawahannya untuk menyusun anggaran guna mencapai kinerja organisasi.
KESIMPULAN DAN SARAN
1 Kesimpulan
Penelitian ini berhasil membuktikan beberapa faktor-faktor rasional, yaitu sumberdaya, informasi dan orientasi tujuan, berpengaruh secara signifikan terhadap adopsi ukuran kinerja di Instansi Pemerintah. Demikian pula dengan faktor kultur dan faktur kecukupan anggaran yang membuktikan terdapat pengaruh signifikan terhadap adopsi inukuran kinerja di Instansi Pemerintah. Daerah. Kebijakan mengadopsi suatu ukuran kinerja di instansi Pemerintah lebih dipengaruhi oleh mandat atau ketentuan dari luar instansi (misalnya Peraturan Pemerintah, Instruksi Presiden, PERDA) daripada kebijakan pimpinan instansi (ketentuan internal).
Penelitian ini juga menemukan variabel-variabel sumber daya berupa Organisasi publik yang menerapkan pengukuran kinerja memberi perhatian terhadap tersedianya sumberdaya, memiliki staf yang dikhususkan untuk mengevaluasi kinerja, dan mengumpulkan data yang memadai. Dismping itu variabel Informasi berupa karyawan staf atau non staf harus memiliki kemampuan teknis tentang bagaimana melakukan dan mengimplementasikan pengukuran kinerja. Variabel orintasi tujuan memberikan dampak terhadap adopsi ukuran kinerja, dimana konsensusnya terhadap tujuan dari setiap program maka ukuran kinerja semakin terlaksana demikian pula dengan kejelasan tujuan dan sasaran, strategi-strategi yang dikomunikasikan akan memberikan pengaruh yang tinggi terhadap pengukuran kinerja dari instansi pemerintah daerah
Pengembangan ukuran kinerja sangat berpengaruh dalam pengadopsian ukuran kinerja. Hal ini terlihat dari Variabel kultur organisasi memberikan dampak terhadap pengadopsian ukuran kinerja. Kultur para atasan cenderung mempertahankan pegawai yang berprestasi di departemennya, tidak memberikan petunjuk kerja yang jelas kepada pegawai baru, lebih tertarik pada hasil pekerjaan dibandingkan pada orang yang mengerjakannya akan menyebabkan berpengaruhnya pengadopsian ukuran kinerja bagi instansi Pemerintah daerah.
Variabel kecukupan anggaran meberikan dampak terhadap adopsi pengukuran kinerja dari instansi pemerintah daerah, hal ini dikarenakan bahwa kepastian anggaran yang telah disusun tersebut memungkinkan untuk dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan.
2. Saran
Agar pemanfaatan informasi kinerja dapat meningkatkan akuntabilitas, trasparansi, perubahan perilaku dan peningkatan kinerja instansi maka peneliti menyarankan:
a. Agar informasi kinerja dapat bermanfaat bagi perencanaan strategis dan kinerja, alokasi sumberdaya, pemantauan dan evaluasi serta pelaporan, maka dalam pengembangan suatu ukuran kinerja sebaiknya Pimpinan instansi secara aktif mengeluarkan kebijakan internal tentang prosedur pengembangan ukuran kinerja yang sesuai dengan sifat kegiatan dan program serta kemampuan organisasi. Organisasi tidak boleh hanya mengandalkan ketentuan yang berasal dari luar organisasi.
b.. Dukungan dari stakeholder eksternal sangat dibutuhkan untuk mendorong instansi mengembangkan ukuran kinerja yang baik dan memanfaatkan hasil pengukuran kinerja untuk meningkatkan kualitas layanan dan menciptakan efisiensi. Dukungan dapat berupa pemanfaatan informasi kinerja oleh DPRD untuk pengambilan