Rabu, 10 November 2010

PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH: BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING

PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH: BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING

BAMBANG SARDJITO*
Universitas Islam Sultan Agung
OSMAD MUTHAHER **
Universitas Islam Sultan Agung


ABSTRACT
The research explan the effect of budget participation toward managerial performance both on directly and non directly, by examining organizational culture (people orinted and job oriented) and commitment organizational with serves as moderating variables.
The research samples are selected by using census method were 150 manager in the special district of Semarang. The data were collected at questionare a cross mail survey. The test of contingency variables (organizational culture and commitment organizational) by using interaction approach
The result of the research were consistence with proxy research, which showed that budget participation had direct effect on managerial performance. Furthemore, the findings supported the research hypothesis that the higher degree of fit between budget partipation and the organizational culture people oriented the higher managerial performance. Other results of this research found that commitment organizational moderate the effect of budget participation toward managerial performance

Key Words: Budget participation, organizational culture, commitmen organizational, managerial performance in the special district of Semarang









I. PENDAHULUAN
Proses penganggaran daerah dengan pendekatan kinerja dalam Kepmendagri memuat pedoman penyusunan rancangan APBD yang dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama Unit Organisasi Perangkat Daerah (unit kerja). Rancangan anggaran unit kerja dimuat dalam suatu dokumen yang disebut dengan Rancangan Anggaran Satuan Kerja (RASK atau formulir S). RASK ini menggambarkan kerangka logis hubungan antara kebijakan anggaran (arah dan kebijakan umum APBD serta strategi dan prioritas APBD) dengan operasional anggaran ( program dan kegiatan anggaran) di setiap unit pelaksana anggaran daerah sesuai dengan visi, misi, tugas pokok dan fungsi yang menjadi kewenangan unit kerja yang bersangkutan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. RASK memuat juga standar analisa belanja, tolok ukur kinerja dan standar biaya sebagai instrumen pokok dalam anggaran kinerja. RASK merupakan dokumen pengganti dokumen daftar usulan kegiatan dan daftar usulan proyek yang selama ini digunakan dalam penyusunan rancangan APBD dengan sistem lama.
Anggaran pada sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter yang menggunakan dana milik rakyat. Hal inilah yang menjadi perbedaan dengan anggaran sektor swasta karena tidak berhubungan dengan pengalokasian dana dari masyarakat. Pada sektor publik pendanaan organisasi berasal dari pajak dan retribusi, laba perusahaan milik daerah atau negara, pinjaman pemerintah berupa utang luar negri dan obligasi pemerintah, serta sumber dana lain yang sah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan
Penelitian mengenai hubungan antara partisipasi dalam proses penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial merupakan penelitian yang masih banyak diperdebatkan. Beberapa penelitian mengenai hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial menunjukkan hasil yang tidak konsisten; Brownell dan Mc. Innes (1986); dan Indriantoro (1993) menemukan hubungan positif dan signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial. Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan Milani (1975); Brownell dan Hirst (1986) dalam Sukardi (2002), dimana mereka menemukan hasil yang tidak signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial, hal ini terjadi karena hubungan partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial tergantung pada faktor-faktor situasional atau lebih dikenal dengan istilah variabel kontingensi (Contingency Variable).
Penelitian yang dilakukan oleh Frucot dan Shearon (1991) dan Indriantoro (2000) menemukan pengaruh dimensi budaya terhadap efektivitas partisipasi dalam penyusunan anggaran dalam peningkatan kinerja manajerial. Penelitian oleh Mustikawati (1999) juga menunjukkan bahwa interaksi partisipasi dalam penyusunan anggaran dengan budaya paternalistik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja manajerial. Penelitian Supomo (1998) dalam Susanti (2002) menunjukkan bahwa interaksi antara anggaran partisipatif dan budaya organisasional memiliki pangaruh yang signifikan terhadap kinerja manajerial.
Sedangak berkaitan dengan variabel komitmen organisasi, penelitain Randall (1990) dalam Nouri dan Parker (1998) menunjukkan komitmen organisasi sebagai variabel moderating mempengaruhi scara signifikan hubugan partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial.
Penelitain ini bertujuan untuk mengetahui seajauh mana pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial yang diterapkan pada organisasi sektor publik dan untuk melihat seberapa besar pengaruh moderating budaya organisasi dan komitmen organsasi terhadap hubungan partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja aparatur Pemerintah Daerah Kota Semarang sebagai penyusun anggaran yang berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000.
II. TELAAH PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1 Partisipasi Anggaran
Menurut Brownell (1982) partisipasi anggaran sebagai suatu proses dalam organisasi yang melibatkan para manajer dalam penentuan tujuan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Partisipasi banyak menguntungkan bagi suatu organisasi, hal ini diperoleh dari hampir penelitian tentang partisipasi. Sord dan Welsch (1995) mengemukakan bahwa tingkat partisipasi yang lebih tinggi akan menghasilkan moral yang lebih baik dan inisiatif yang lebih tinggi pula. Partisipasi telah ditunjukkan berpengaruh secara positif terhadap sikap pegawai, meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi, dan meningkatkan kerja sama diantara manajer. Partisipasi anggaran pada sektor publik terjadi ketika antara pihak eksekutif, legislatif dan masyarakat bekerja sama bekerja sama dalam pembuatan anggaran. Anggaran dibuat oleh kepala daerah melalui usulan dari unit-unit kerja yang disampaikan kepada kepala bagian dan diusulkan kepada kepala daerah, dan setelah itu bersama-sama DPRD menetapkan anggaran yang dibuat sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku. Proses penganggaran daerah dengan pendekatan kinerja dalam Kepmendagri memuat Pedoman Penyusunan Rancangan APBD yang dilaksanakan oleh tim anggaran eksekutif bersama-sama unit organisasi perangkat daerah (unit kerja).
2.2. Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah
Pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadiakan sebagai pengendalian organisasi karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system.
Schiff dan Lewin (1970), mengemukakan bahwa anggaran yang telah disusun memiliki peranan sebagai perencanaan dan sebagai kriteria kinerja, yaitu anggaran digunakan sebagai sistem pengendalian untuk mengukur kinerja manajerial. Seiring dengan peranan anggaran tersebut, Argyris (1952) dalam Titisari (2004) juga menyatakan bahwa kunci dari kinerja yang efektif adalah apabila tujuan dari anggaran tercapai dan partisipasi dari bawahan memegang peranan penting dalam mencapai tujuan tersebut.
Menurut Lukka (1988) dan Brownell (1982), pengaruh anggaran partisipatif pada kinerja manajerial merupakan tema pokok yang menarik dalam penelitian akuntansi manajemen, hal ini disebabkan karena partisipasi umumnya dinilai sebagai suatu pendekatan manajerial yang dapat meningkatkan kinerja anggota organisasi dan selain itu berbagai penelitian yang menguji hubungan antara partisipasi anggaran dengan kinerja manajerial hasilnya sering bertentangan.
2.3 Partisipasi Penyusunan Anggaran dengan Kinerja Aparatur Pemda
Anggaran yang telah disusun memiliki peranan sebagai perencanaan dan sebagai kriteria kinerja, yaitu anggaran dipakai sebagai suatu sistem pengendalian untuk mengukur kinerja manajerial ( Schiff dan Lewin, 1970 dalam Kirby, 1994 ). Untuk mencegah dampak fungsional atau disfungsionalnya, sikap dan perilaku anggota organisasi dalam penyusunan anggaran perlu melibatkan manajemen pada level yang lebih rendah (Agyris, 1952) sehingga anggaran partisipatif dapat dinilai sebagai pendekatan manajerial yang dapat meningkatkan kinerja setiap anggota organisasi sebagai individual karena dengan adanya partisipasi dalam penyusunan anggaran diharapkan setiap individu mampu meningkatkan kinerjanya sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Brownell (1982b) dalam Susanti (2002) melakukan studi lapangan terhadap 48 manajer pusat biaya level menengah yang bekerja pada perusahaan manufaktur di San Fransisco Amerika Serikat. Hasil dari penelitian tersebut adalah menemukan hubungan positif dan signifikan antara partisipasi penganggaran dengan kinerja manajerial. Berbeda dengan penelitian diatas Milani (1975) melakukan penelitian terhadap proses penyusunan anggaran pada sebuah perusahaan besar yang berskala internasional dimana hasil dari penelitian tersebut adalah ditemukannya hubungan yang tidak signifikan antara partisipasi dalam penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial.
Sesuai dengan temuan-temuan penelitian yang telah dilakukan maka penelitian ini dimaksudkan untuk menguji kembali pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparatur pemerintah daerah khususnya pemerintah kota Semarang. Hubungan secara langsung kedua variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut

:
H1: Semakin tinggi tingkat partisipasi penyusunan anggaran semakin tinggi tingkat kinerja aparatur pemerintah daerah.
2.4 . Konsep Budaya Organisasi
Konsep budaya organisasi yang digunakan Hofstede dkk (1990), dalam penelitian lintas budaya antar departemen dalam perusahaan pada dasarnya merupakan pengembangan dari konsep dimensi budaya nasional yang banyak digunakan dalam penelitian-penelitian perbedaan budaya antar negara. Menurutnya antara budaya nasional dan budaya organisasi merupakan fenomena yang identik. Perbedaan kedua budaya tersebut tercermin dalam manifestasi budaya kedalam nilai dan praktek. Perbedaan budaya tingkat organisasi umumnya terletak pada praktek-praktek dibandingkan dengan perbedaan nilai-nilai. Perbedaan budaya organisasi selanjutnya dapat dianalisis pada tingkat unit organisasi dan sub organisasi ( Supomo, 1998; dalam Susanti 2002 ).
Hofstede dkk (1990) dalam Susanti (2002) membagi budaya organisasional kedalam 6 dimensi praktis, yaitu: (1) process Oriented vs Result Oriented (2) Employe Oriented vs Job Oriented (3) Parochial vs Proffesional (4) Open System vs Clossed System (5) Loose Control vs Tight Control (6) Normative vs Pragmatig
2.5. Dimensi Praktek Budaya Organisasi
Menurut Hofstede dkk (1990) dimensi praktek budaya organisasi yang mempunyai kaitan erat dengan praktek-praktek pembuatan keputusan partisipasi anggaran, yaitu employe oriented (orientasi pada orang) dan job oriented (orientasi pad pekerjaan. Dimensi tersebut digunakan dalam penelitian ini sebagai variabel kontinjen yang mempunyai hubungan partisipasi penyusuna anggaran terhadap kinerja manajerial.
2.6. Pengaruh Budaya Organisasi dan Partisipasi Penyusunan Anggaran
Menurut Holmes dan Marsden (1996) budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap perilaku, cara kerja dan motivasi para manajer dan bawahannya untuk mencapai kinerja organisasi. Berdasarkan hasil penelitian yang berkaitan dengan budaya, ditentukan bahwa dimensi budaya mempunyai pengaruh terhadap penyusunan anggaran dalam meningkatkan kinerja manajerial.
Hubungan antar variabel tersebut tersebut dapat digambarkan sebagai berikut


Rumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah:
H2: Semakin tinggi tingkat kesesuain antar partisipasi anggaran dan budaya organisasi orientasi pad orang, semakin tinggi kinerja aparat pemerintah daerah. Sebaliknya semakin rendah tingkat kesesuaian antara partisipasi anggaran dan budaya organisasi orientasi pada pekerjaan, semakin rendah kinerja aparat pemerintah daerah
2.7 Komitmen Organisasi dan Partisipasi Penyunan anggaran
Beberapa penelitian di bidang akuntansi mengemukakan bahwa para manajer tingkat bawah mempunyai informasi yang lebih akurat daripada para atasannya mengenai kondisi-kondisi lokal pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Penelitian ini didasarkan pada gagasan bahwa para manajer bawah (manajer pusat pertanggunjawaban) seringkali memiliki informasi yang lebih baik mengenai level anggaran yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan aktivitas-aktivitas unit organisasinya daripada atasannya (manajer puncak). Oleh karena itu, para manajer bawahan akan berusaha untuk memberikan informasi tersebut ke dalam usulan anggarannya untuk menjamin bahwa mereka memperoleh sumber-sumber yang mencukupi untuk melaksanakan aktivitas-aktivitasnya
Komitmen organisasi yang kuat akan mendorong para manajer bawahan berusaha keras mencapai tujuan organisasi (Angel dan Perry,1981; Porter et. al., 1974). Kecukupan anggaran tidak hanya secara langsung meningkatkan prestasi kerja, tetapi juga secara tidak langsung (moderasi) melalui komitmen organisasi.
Komitmen yang tinggi menjadikan individu lebih mementingkan organisasi daripada kepentingan pribadi dan berusaha menjadikan organisasi menjadi lebih baik. Komitmen organisasi yang rendah akan membuat individu untuk berbuat untuk kepentingan pribadinya.. Selain itu, komitmen organisasi dapat merupakan alat bantu psikologis dalam menjalankan organisasinya untuk pencapaian kinerja yang diharapkan (Nouri dan Parker, 1996; McClurg, 1999; Chong dan Chong, 2002; Wentzel, 2002). Komitmen organisasi yang tinggi akan meningkatkan kinerja yang tinggi pula (Randall ,1990) dalam Nouri dan Parker (1998). Berdasarkan temuan penelitian di atas yang menguji hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial dengan variabel komitmen organisasi sebagai variabel moderasi maka dapat disusun sebuah model penelitian pada Gambar 1.3


Rumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah
H3 : Komitmen Organisasi dalam memoderasi pengaruh parisipasi penyusunan anggaran akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Aparatur Pemerintah Daerah
III. Metode Penelitian
3.1. Populasi dan Sampel
Data dalam penelitian ini diperoleh dari data primer melalui metode survei. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode sensus. Berdasarkan data di Kantor Pemerintah kota dan kabupaten Semarang sebanyak 18 kantor dinas dan ada 150 pejabat setingkat kepala bagian/bidang/subdinas dan kepala subbagian/subbidang/seksi dari dinas dan kantor pada pemerintah daerah kota/kabupaten Semarang
Pemilihan dinas dan kantor dilakukan dengan alasan yaitu instansi tersebut merupakan satuan kerja pemerintah, yang berarti menyusun, menggunakan dan melaporkan realisasi anggaran atau sebagai pelaksana anggaran dari pemerintah daerah (Abdullah, 2004).
3.2. Definisi Operasional
Terdapat empat variabel yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Partisipasi Anggaran adalah tingkat seberapa jauh keterlibatan dan pengaruh individu (manajer) didalam menentukan dan menyusun anggaran yang ada dalam divisi atau bagiannya, baik secara periodik maupun tahunan. Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel ini diadopsi dari Millani (1975) yang banyak digunakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Ada 6 (enam) item pertanyaan yang dipakai untuk mengukur partisipasi dengan menggunakan skala tujuh poin, dimana skor terendah (poin 1) menunjukkan partisipasi tinggi, sedangkan skor tinggi (poin 7) menunjukkan partisipasi rendah.
2. Budaya Organisasi nilai-nilai dai keyakinan yang dimiliki para anggota organisasi yang dimanifestaikan dalam bentuk norma-norma perilaku para individu atau kelompok organisasi yang bersangkutan (pendekatan dimensi praktek) (Hofstede at.al 1990). Secara spesifik variable budaya menjelaskan orientasi budaya perusahaan pada level departemen atau bagian.. Pengukuran variable dengan instrument yang dikembangkan Supomo (1998) berdasarkan analisi factor pada instrumen Hofstede at.al (1990)
3. Komitmen Organisasi didefinisikan sebagai keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran yang ingin dicapai organisasi. Variabel komitmen organisasi diukur dengan instrumen yang digunakan oleh Mowday et al., (1979) dalam Darma (2004). Item-item disesuaikan dengan konteks pemerintah daerah oleh Darma (2004) dan Dwianasari (2004). Jumlah item pertanyaan adalah 9 item dengan skala Likert 1-7.
4. Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah mengadopsi pertanyaan yang dikembangkan oleh Mahoney et al (1963). diukur dengan menggunakan 9 (sembilan) item. Setiap responden diminta untuk menjawab sembilan item pertanyaan yang menyangkut tingkat kinerja manajerial disetiap bidang yang meliputi: perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pengaturan staff (staffing), negoisasi, perwakilan/ representasi dan kinerja secara keseluruhan. Skala rendah (nilai 1, 2, 3) menunjukkan tingkat kinerja dibawah rata-rata, skala sedang (nilai 4, 5, 6) menunjukkan tingkat kinerja rata-rata dan skala tinggi (nilai 7, 8, 9) menunjukkan tingkat kinerja diatas rata-rata.
3.3. Teknik Analisis Data. Untuk menguji hipotesis 1 digunakan regresi berganda (Multiple Regression). Dengan bentuk interaksi secara keseluruhan. Hipotesis 2 dan 3 diuji dengan regresi berganda dengan pendekatan uji interaksi .
Model yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam persamaan sebagai berikut: Y =  + 1X1 + 2X2 + 3X3 + + 4[{X1–X2}] + 5[{X1–X3}] + e
IV . Pembahasan dan Hasil Penelitian
4.1 Identitas Responden
Berdasarkan kuesioner disebar dan yang dikembalikan maka diperoleh identitas responden dengan tingkat pengembalian sebagai berikut :
Tabel 4.1
Sampel dan Tingkat Pengembalian Kuesioner






Respoden yang dapat dijadikan sampel dalam penelitian harus memiliki adalah manajer (Kabag dan Kaubag) atau seseorang yang memiliki posisi penting dalam sebuah Dinas/Instansi.
4.2. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif ini dimaksudkan untuk menggambarkan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu variabel partisipasi penyusunan anggaran, budaya organisasi, komitmen organisasi dan kinerja manajerial. Berdasarkan hasil kuesioner yang diterima, tabel di bawah ini memperlihatkan kisaran teoritis dan aktual, mean, median, standar deviasi dari variabel penelitian dengan hasil sebagai berikut :

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui nilai terendah pada partisipasi penyusunan anggaran adalah 12 dan nilai yang tertinggi adalah 36. Adapun mean yang dihasilkan sebesar 23,24 dan standar deviasi sebesar 6,128 . Sedangkan budaya organisasi Nilai terendah adalah 15 dan nilai yang tertinggi adalah 28. Adapun mean yang dihasilkan sebesar 22,68 dan standar deviasi sebesar 2,52. Pada komitmen organisasi nilai terendah pada adalah 25 dan nilai yang tertinggi adalah 45. Adapun mean yang dihasilkan sebesar 34,19 dan standar deviasi sebesar 4,30 . Nilai terendah pada kinerja manajerial adalah 14 dan nilai yang tertinggi adalah 63. Adapun mean yang dihasilkan sebesar 43,74 dan standar deviasi sebesar 11,78
4.3. Hasil Uji Kualitas Data
4.3.1. Hasil Uji Validitas
Kualitas data dapat diuji dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas.Uji reliabilitas digunakan cronbach alpha dengan tingkat alpha > 0.60 (Nunnaly, 1978). Sedangkan Uji validitas digunakan menghitung R kritis masing-masing butir pertanyaan dengan butir skor.Hasil pengujian reliabilitas dan validitas secara rinci disajikan dalam tabel 4.3 dan 4.4
4.4. Hasil Uji Asumsi Klasik

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data berdistribusi normal. Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa semua data menyebar mengikuti garis normalitas.

Sedangkan Hasil Uji Heterokedastisitas terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta menyebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y tidak teratur dan tidak membentuk pola tertentu, maka dapat disimpulkan bahwa pada uji ini tidak terjadi problem heterokedastisitas pada model regresi.

Sedangkan hasil Uji Multikolinearitas dapat diketahui bahwa nilai Tolerance X1, X2 dan X3 lebih besar dari 0,1. Selain itu apabila dilihat dari nilai VIF-nya, ternyata rata-rata variabel bebas memiliki nilai VIF yang kurang dari 10 sehingga dapat dikatakan bahwa hasil analisis terhadap ke-tiga variabel (X1, X2 dan X3) di atas tidak terjadi problem Multikolinearitas, artinya persamaan model regresi tersebut memiliki hubungan yang sempurna dan dapat sebagai alat analisis lebih lanjut.
.
4.5. Pengujian Hipotesis Pertama
Untuk mengetahui adanya pengaruh antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat, digunakan uji regresi sederhana. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan diperoleh nilai-nilai yang tercantum dalam tabel 4.5.
Tabel 4.5
Hasil Regresi Sederhana antara Partisipasi Penyusunan Anggaran
terhadap Kinerja Aparat

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa ternyata terdapat pengaruh antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial, yang ditunjukkan dengan nilai t hitung sebesar 2,054 dengan signifikasi sebesar 0,042 yang lebih kecil dari  = 0,05. Adanya pengaruh positif antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah menunjukkan bahwa semakin tinggi partisipasi penyusunan anggaran maka akan semakin meningkatkan kinerja aparat pemerintah daerah.
Partisipasi penyusunan anggaran merupakan keterlibatan seluruh manajer (baik kasubag sampai kabag) dalam suatu instansi untuk melakukan kegiatan dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam anggaran. Dengan adanya keterlibatan tersebut akan mendorong para kabag/kasub untuk bertanggung jawab terhadap masing-masing tugas yang diembannya sehingga para kabag akan meningkatkan kinerjanya agar mereka dapat mencapai sasaran / target yang telah ditetapkan dalam anggaran. Hal ini mengindikasikan adanya hubungan yang positif antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja aparat. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Schuler & Kim (1976), Brownell (1982), Brownell & Mc. Innes (1986) serta Nur Indriantoro (1993).
Dengan demikian maka hipotesis pertama yang menyatakan adanya pengaruh antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat terbukti.
4.5.2 Pengujian Hipotesis Kedua
Untuk mengetahui adanya pengaruh antara variabel budaya organsasi dalam memoderasi hubungan partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial, digunakan uji interaksi atau disebut moderated regretion analysis. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan diperoleh nilai-nilai yang tercantum dalam tabel 4.6
Tabel 4.6
Hasil Regresi Berganda Budaya Organisasi dalam Memoderasi Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Aparat

Dari hasil output pada tabel 4.6 bahwa nilai signifikansi moderat 1 (budaya organsiasi sebagai variabel moderat) menunjukkan t hitung sebesar 1,405 dengan signifikasi sebesar sebesar 0,016 yang lebih kecil dari  = 0,05 berarti hipotesis 2 yang diajukan dapat diterima. Dengan demikian, hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang menyatakan semakin tinggi tingkat kesesuaian antara partisipasi penyusunan anggaran dan budaya organisasi yang berorientasi pada orang akan semakin tinggi kinerja aparat (kabag/kasub). Sebaliknya semakin rendah tingkat kesesuaian antara partisipasi penyusunan anggaran dan budaya organisasi berorientasi pada pekerjaan, semakin rendah kinerja aparat. Kombinasi kesesuaian antara partisipasi penyusunan anggaran dan budaya organisasional yang berorientasi pada orang merupakan kesesuaian terbaik yaitu faktor budaya organisasi memenuhi prasarat kondisional atau efektif dari partisipasi penyusunan anggaran yang dapat meningkatkan kinerja aparat. Hal ini berarti partisipasi anggaran dapat meningkatkan kinerja aparat jika disertai dengan budaya organisasi yang berorientasi pada orang. Dengan kata lain, budaya organisasi secara signifikan mampu bertindak sebagai variabel moderating yang mempengaruhi hubungan partisipasi anggaran dlam meningkatkan kinerja aparat. Temuan penelitian ini seperti halnya penelitian Supomo (1998) mengindikasikan bahwa partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran lebih efektif jika keputusan-keputusan yang penting dalam organisasi lebih sering dibuat secara kelompok. Partisipasi anggaran akan meningkatkan kinerja manajerial para anggota organisasi jika atasan setingkat kepala dinas peduli dan perhatian terhadp masalah pribadi para bawahan, serta lebih tertarik pada orang (yang mengerjakan) daripada hasil pekerjaan orang tersebut. Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris mengenai pentingnya aspek hubungan antar bawahan dan atasan dalam upaya meningkatkan kinerja para pegawai.
4.5.3 Pengujian Hipotesis Ketiga
Untuk mengetahui adanya pengaruh antara variabel pelimpahan wewenang dalam memoderasi hubungan partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial, digunakan uji regresi berganda dengan variabel moderasi. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan diperoleh nilai-nilai yang tercantum dalam tabel 4.7
Tabel 4.7
Hasil Regresi Berganda antara Komitmen Organisasi dalam Memoderasi Hubungan Partisipasi Penyusunan Anggaran
terhadap Kinerja Aparat


Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa ternyata terdapat pengaruh antara variabel komitmen organisasi dalam memoderasi partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja aparat yang ditunjukkan dengan nilai t hitung sebesar 4,825 dengan signifikasi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari  = 0,05. Dengan demikian, hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang menyatakan peningkatan komitmen organisasi akan menyebabkan peningkatan kinerja aparat pemerintah yang berpatisipasi dalam penyusunan anggaran. Sebaliknya penurunan komitmen organisasi dapat berakibat pada terjadinya kecenderungan untuk menurunnya kinerja aparat baik kabag/kasubag dalam berpartisipasi menyusun anggaran.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh (Randall ,1990) dalam Nouri dan Parker (1998). Partisipasi anggaran akan meningkatkan kinerja manajerial para anggota organisasi jika atasan setingkat kepala dinas peduli dan perhatian terhadp komitmen para bawahan dalam berpartisipasi untuk menyusun anggaran maka tujuan sasaran anggaran yang akan dapat dicapai. Komitmen organisasi yang tinggi akan meningkatkan kinerja yang tinggi pula Komitmen yang rendah dari aparat pemerintah daerah akan berimplikasi pada rendahnya kinerja komitmen untuk bertanggung-jawab terhadap tujuan sasaran anggaran yang hendak dicapai.



V. Kesimpulan, Saran, Keterbatasan dan Implikasi
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aprat pemerintah daerah, yang ditunjukkan dengan nilai t hitung sebesar 2,054dengan signifikasi sebesar 0,042 yang lebih kecil dari  = 0,05. Semakin tinggi partisipasi penyusunan anggaran maka akan semakin meningkatkan kinerja aparat pemerintah daerah.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel budaya organisasi dalam memoderasi partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial, yang ditunjukkan dengan nilai t hitung sebesar 1,405 dengan signifikasi sebesar 0,016 yang lebih kecil dari  = 0,05. Hasil ini menunjukkan semakin tinggi tinggi tingkat kesesuaian antara partisipasi penyusunan anggaran dan budaya organisasi yang berorientasi pada orang akan semakin tinggi kinerja aparat pemerintah daerah(kabag/kasub).
3. Terdapat pengaruh signifikan antara variabel komitmen organisasi dalam memoderasi partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja aparat pemrintah daerah, yang ditunjukkan dengan nilai t hitung sebesar 4,825 dengan signifikasi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari  = 0,05. hasil ini menunjukkan semakin tingkat komitmen organisasi akan menyebabkan peningkatan kinerja aparat pemerintah daerah dalam berpatisipasi penyusunan anggaran

5.2 Saran
1. Para pejabat kepala dinas pemerintah karisidenan Semarang (kabupaten dan kota Semarang) hendaknya melibatkan seluruh Kabag/kasubag dari tingkat dalam penyusunan anggaran.
2. Terkait budya organisasi dilingkungan Dinas Pemerintah Karisidenan Semarang hendaknya memperhatikan budaya berorientasi pada orang akan semakin tinggi kinerja aparat (kabag/kasub) bukan berorientasi pada pekerjaan. Semakin tinggi tingkat kesesuaian antara partisipasi penyusunan anggaran dan budaya organisasi berorientasi pada orang akan semakin meningkatkan kinerja aparat dalam menyusun anggaran yang dikehendaki Dinas/Instansi masing-masing
3. Terkait Komitmen organsasi dilingkungan Dinas Perintah Karisidenan Semarang perlu menanamkan komitmen bagi para kabag/kasubag dalam berpartipsi penyusuna anggaran demi tercapainya tujuan sasaran anggaran.
5.3 Keterbatasan
Walaupun penelitian ini telah dilakukan dengan baik, namun beberapa keterbatasan terpaksa tidak dapat dihindari. Seperti penelitian-penelitian sebelumnya, perlu kehati-hatian dalam melakukan generalisasi terhadap hasil penelitian. Berikut ini beberapa keterbatasan yang kemungkinan dapat mengganggu hasil penelitian ini :
1. Penulis hanya memasukkan dua variabel moderating yang memoderasi hubungan partisipasi anggaran dan kinerja aparat pemerintah daerah yaitu budaya organisasi dan komitmen anggaran. Diduga masih ada faktor lain yang memoderasi hubungan partisipasi anggaran dan kinerja aparat.
2. Penelitian ini merupakan metode survey menggunakan kuesioner tanpa dilengkapi dengan wawancara atau pertanyaan lisan, padahal metode survey menurut Indriantoro dan Supomo (1999)adalah pengumpulan data yang diperoleh secara langsung dari sumber data dengan menggunakan pertanyaan lisan dan tertulis.
3. Hasil penelitian kemungkinan akan berbeda bila responden yang dipilih berasal dari penggabungan antara manajerial di perusahaan manufaktur yang sudah maupun belum go-public, BUMN, perusahaan jasa, perusahaan dagang maupun perusahaan-perusahaan kecil.
5.4 Implikasi
Hasil penelitian ini minimal dapat memotivasi penelitain selanjutnya terutama yang berkaitan dengan kinerja aparat pemerintah daerah dan dapat merekomendasi bagi dunia praktek organisasi pada umumnya yang berkaitan dengan penerapan partisipasi penyusunan anggaran.
Faktor budaya organisasi dan komitmen organsasi kemuingkinan menjadi faktor kondisional yang harus dipertimbangkan dalam rangka peningkatan efektivitas organsasi melalui partisipasi penyusunan anggaran. Faktor tersebut penting dlam kondisi era globalisasi yang penuh dengan ketidakpastian lingkungan.
Bagaimanapun tingkat kesesuaian faktor budaya dan komitmen organisasi terhadap efektifitas partisipasi penyusunan anggaran, masih perlu diuji kembali untuk menguji konsistensi hasil penelitian ini dengan penelitian-penelitian berikutnya, dengan mempertimbangkan pengaruh variabel kontijensi lainnya, seperti pelimpahan wewenang, gaya kepemimpinan, struktur organisasi, locus of control dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar