Rabu, 10 November 2010

INDIKASI UNSUR MANAJEMEN LABA PADA LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN GO PUBLIC SEBAGAI PENGARUH REFORMASI PAJAK 2000

INDIKASI UNSUR MANAJEMEN LABA PADA LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN GO PUBLIC SEBAGAI PENGARUH REFORMASI PAJAK 2000
OLEH: SIGIT P & Drs OSMAD MUTHAHAER, M.SI

Pendahuluan
Manajemen perusahaan memikul tanggungjawab utama dalam penyusunan dan laporan perjanjian laporan keuangan perusahaan, Manajemen juga berkepentingan dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Meskipun memiliki akses terhadap informasi manajemen dan keuangan tambahan yang membantu dalam melaksanakan tanggung jawab perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Manajemen memiliki kemampuan untuk menentukan bentuk dan isi informasi tambahan tersebut untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Salah satunya informasi yang berkaitan dengan pertimbangan pajak, manajemen memiliki kemampuan untuk menentukan besarnya jumlah pajak yang harus dibayarkan.
Menurut cloyd, pratt dan stock (dalam setiawati,2001) menemukan fakta bahwa manajemen perusahaan yang tidak go publik relatif lebih berminat dibandingkan dengan manajemen perusahaan yang go publik untuk memilih kebijakan akuntansi yang agresif dalam meminimalkan pajak. Mereka menduga hal ini disebabkan karena perusahaan publik menghadapi biaya non pajak yang relatif lebih besar jika melaporkan laba yang rendah jika dibandingkan dengan perusahaan yang tidak go publik. Laba yang rendah mempertinggi probabilitas pelanggaran debt covenant, mengurangi probabilitas kompensasi manajer yang didasarkan atas laba dan laba yang rendah sering diartikan sebagai rendahnya nilai (value) perusahaan.
Pada tanggal 2 agustus 2000,pemerintah mempublikasikan UU No. 17 /2000 tentang pajak penghasilan yang merupakan perubahan ketiga dari kedua undang-undang tersebut. Perubahan tersebut adalah perubahan lapisan kena pajak sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut ini.


Tabel 1.3
Perbedaan penghasilan kena pajak dan tarif pph menurut UU No.10/1994 dan UU No.17/2000
Menurut UU No. 10/1994 Menurut UU No. 17/2000
PKP tarif
PKP tarif

PKP s/d Rp. 25 juta 10% PKP s/d Rp. 50 juta 10%
Rp. 25 juta s/d Rp.50 juta 15% Rp. 50 juta s/d Rp.100 juta 15%
Lebih dari Rp.50 juta 30% Lebih dari Rp.100 juta 30%
Sumber: UU pph tahun 1994 dan 2000
Peraturan perpajakan tersebut berlaku per 1 januari 2001 . Jadi, seandainya perusahaan menggeser pelaporan laba sebesar Rp.1 juta dari laporan keuangan per 31 Desember 2000 ke laporan keuangan 31 Desember 2001, maka perusahaan dapat menghemat pajak sebesar Rp.50.000 atau 5% dari besarnya laba yang ditunda pegakuannya (seandainya total laba perusahaan per 31 Desember 2000 lebih besar dari Rp.25 juta dan lebih kecil dari Rp.50 juta). Seandainya laba perusahaan per 31 Desember 2000 lebih besar dari Rp.50 juta dan lebih kecil dari Rp.100 juta maka perusahaan dapat menghemat pajak sebesar Rp. 150.000 atau 15% dari besarnya laba yang ditunda pangakuannya.Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1.4
Penghematan pajak yang dapat dinikmati perusahaan seandainya mereka memiliki kesempatan untuk pelaporan laba dari periode 2000 ke periode 2001
PKP Tarif lama Tarif baru Tax saving
PKP s/d Rp.25 juta 10% 10% 0%
Rp. 25 juta s/d Rp.50 juta 15% 10% 5%
Rp.50 juta s/d Rp.100 juta 30% 15% 15%
Lebih dari Rp.100 juta 30% 30% 0%
Sumber : UU pph tahun 2000 diolah
Tax saving: seandainya perusahaan menunda pelaporan pajak satu periode
Dengan perubahan lapisan penghasilan kena pajak tersebut tingkat pajak maksimum perusahaan berkurang yang merupakan penghematan pajak. Frankel dan Tresevant (1994) membuktikan bahwa reduksi tingkat pajak merupakan insentif bagi manajemen untuk melakukan rekayasa laba akuntansi.Semakin rendah laba,semakin rendah pula pajak yang dibayarkan.
Ada dua cara yang biasa dilakukan manajemen untuk mempengaruhi angka pada laporan keuangan ,adalah dengan melakukan manajemen laba (earning management) dan perataan penhasilan (income smoothing ).Manajemen laba adalah manipulasi earning yang dilakukan oleh manajemen untuk mencapai tujuan tertentu. Manipulasi dilakukan agar earnings tampak sebagaimana yang diharapkan.
Manajemen laba juga merupakan intervensi manajemen dalam perusahaan dalam proses menyusun laporan keuangan eksternal sehingga dapat menaikkan atau menurunkan laba akuntansi sesuai dengan kepentingannya (scott,1997,p:295).Perataan penghasilan merupakan suatu sarana yang dapat digunakan manajemen untuk mengurangi berfruktuasinya pelaporan penghasilan dengan memanipulasi variabel-variabel (akuntansi semu) atau dengan melakukan transaksi-transaksi riil.
Dengan adanya perubahan peraturan-peraturan perpajakan, dimungkinkan manajemen dapat merekayasa laba tahun 2000 dan 2001 untuk melakukan penghematan pajak. Manajer perusahaan berusaha sedapat mungkin meminimalkan jumlah laba akuntansi yang tersaji pada laporan keuangan dengan melakukan kebijakan-kebijakan akuntansi semu melalui metode akuntansi dan metode riil melalui transaksi .
Penelitian ini akan menguji kembali kemungkinan terdapatnya unsur manajemen laba pada laporan keuangan perusahaan manufaktur yang go publik. Masalah dalam penelitian adalah:
“Apakah perusahaan manufaktur yang sudah go publik melakukan manajemen laba untuk menikmati penghematan pajak dengan adanya reformasi pajak 2000”

TINJAUAN LITERATUR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
Laba merupakan salah satu ukuran untuk menilai keberhasilan perusahan. Pengukuran terhadap laba akan memberikan informasi yang bermanfaat apabila menggambarkan sebab-sebab timbulnya laba. Menurut Belkoui (2000) laba merupakan item laporan keuangan mendasar dan penting yang mempunyai kegunaan dalam berbagai konteks,antara lain:
a. Laba merupakan dasar untuk perpajakan dan pendistribusian kembali kesejahteraan diantara individu. Laba seperti ini dikenal debagai laba kena pajak yang dihitung sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah.
b. Laba diyakini sebagai petunjuk bagi kebijakan deviden perusahan dan penyimpanan. Laba yang diakui merupakan indikator jumlah jumal maksimal yang dapat didistribusikan sebagai deviden dan ditahan untuk ekspansi atau diinvestsikan kembali dalam perusahaan.
c. Laba dipandang sebagai petunjuk investasi dan pembuatan keputusan secara umum. Secara umum dihipotesiskan bahwa investor akan memaksimalkan kembalian atas modal yang diinvestasikan, sepadan dengan tingkat resiko yang dapat diterima.
d. Laba diyakini sebagai sarana prediksi yang membantu dalam memprediksi laba masa mendatang dan kejadian ekonomi dimasa mendatang.
e. Laba diyakini sebagai ukuran efisiensi. Laba merupakan ukuran pengelolaan manajemen atas sumber daya perusahan dan efisiensi manajemen dalam menjalankan usaha perusahaan.
Untuk mengukur besarnya laba, asumsi dasar yang dilakukan adalah dasar akrual.Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian, bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar, dan dicatat dan dilaporkan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas dimasa depan serta sumber daya yang akan datang. Konsep akrual telah diterima sebagai prinsip yang sesuai dengan konsep dasar akuntansi matcing of cost with revenue,oleh karena itu pada saat pelaporan keuangan diperlukan penyesuaian-penyesuaian agar pengukuran laba dapat memenuhi konsep matcing of cost revenue yang wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum.
Konsep akrual memungkinkan adanya perilaku untuk manajer melakukan rekayasa laba guna untuk menaikkan atau menurunkan angka akrual dalam laporan laba rugi. Laba pada dasarnya merupakan jumlah kas bersih dari operasi dengan akrual. Akrual menjadi komponen laba karena pemakaian konsep akrual basis. Perekayasaan menaikkan atau menurunkan laba akrual antara lain dapat dilakukan dengan cara mempercepat pendapatan atau mempercepat beban. Perekayasaan laba tersebut termasuk salah satu praktik manajemen laba atau rekayasa laba akuntansi secara akrual.
Pada konsep akrual, laba diukur dengan memadankan penghasilan dan beban, tidak didasarkan atas kas tunai yang diterima.Dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) penghasilan diakui dalam laporan laba rugi kalau kenaikkan manfaat ekonomi dimasa depan yang berkaitan dengan peningkatan aktiva (kekayaan) atau penurunan kewajiban (hutang) telah terjadi dan dapat diukur dengan handal.Ini berarti pengakuan penghasilan terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikkan aktiva atau penurunan kewajiban.Sedangkan pengakuan beban dalam laporan laba rugi terjadi apabila penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan aktiva atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan handal ini berarti pengakuan beban terjadi bersamaan dengan penurunan aktiva atau peningkatan kewajiban. Dengan adanya konsep matcing of cost with revenue ini sering manajemen memanafaatkan konsep akrual untuk melakukan manajemen laba guna tujuan-tujuan tertentu, misal: harapan manajemen untuk memperoleh bonus,volatility of earning dan untuk meminimalkan pajak penghasilan.
Konsep akrual dibedakan menjadi dua yaitu discrestionary accrual dan nondiscretionary accrual. Discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba atau beban yang bebas tidak teratur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen. Sedangkan nondiscretionary accrual adalah pengakuan laba yang wajar yang tunduk pada suatu standar atau prinsip akuntansi yang berlaku umum.Oleh karena itu nondiscretionary accrual merupakan accrual yang wajar dan apabila dilanggar akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan (tidak wajar), maka nondicretionary accrual ini tidak relevan dalam objek penelitian ini.Oleh karena itu bentuk akrual yang dianalisis adalah discretionary accrual yang merupakan accrual tidak normal dan merupakan pilihan kebijakan manajemen.
Ada dua konsep yang digunakan untuk menentukan manajemen laba :
a. Konsep laba periode
Efisiensi perusahaan dapat diukur dengan cara membandingkan laba periode berjalan dengan laba periode sebelumnya atau dengan laba perusahaan lain pada industri yang sama. Elemen penentu laba periode adalah pendapatan, biaya, untung atau rugi yang benar-benar terjadi pada periode berjalan.
b. Laba komprehensif
Elemen penentu laba komprehensif adalah pendapatan, biaya, untung atau rugi yang benar-benar terjadi pada periode berjalan ditambah dengan:
1. Pengaruh penyesuaian aktiva tertentu untuk periode laba yang dialami pada periode berjalan
2. Perubahan aktiva bersih tertentu lainnya (holding gaing and losses) yang diakui dalam periode berjalan seperti untung rugi perubahan harga pasar investasi saham sementara dan untung atau rugi penjabaran mata uang asing.
Menurut Belkoui (2000), perataan laba (income smoothing) merupakan usaha untuk memperkecil fluktuasi dengan sengaja atas penghasilan yang sekarang dianggap normal oleh perusahaan. Dengan definisi ini menunjukan bahwa pilihan harus dibuat diantara sejumlah prosedur akuntansi dan pengukuran untuk meminimalkan perilaku siklus laba akuntansi. Beidelman (chariri dan Ghozali,2001), mendefinisikan perataan laba sebagai usaha yang disengaja untuk meratakan atau memfruktuasikan tingkat laba sehingga pada saat sekarang dipandang normal bagi suatu perusahaan. Dalam hal ini perataan laba menunjukkan suatu usaha manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi abnormal laba dalam batas-batas yang diijinkan dalam praktik akuntansi dan prinsip manajemen yang wajar.
Langkah-langkah yang akan dilakukan untuk menganalisis hal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menghitung total akrual
Total akrual didapat dengan rumus sebagai berikut (sook,1995 dalam lilis setiawati,2001)
TAit = NIit – CFOit ......................................................(1)
Dengan:
NIit = Laba bersih (net income) perusahaan i pada tahun t
CFOit = Kas dari operasi (cash flow from operation)

2. Menghitung tingkat akrual yang normal
Penelitian ini memfokuskan pada discretionary accrual sebagai ukuran manajemen laba. Total akrual pada perusahaan i dipisahkan menjadi nondiscretionary accrual (tingkat akrual yang wajar) dan discretionary accrual (tingkat akrual yang tidak wajar). Tingkat akrual yang tidak wajar ini merupakan tingkat akrual hasil rekayasa laba oleh manajemen.
TAit = NDAit + DAit ...................................................(2)
Dengan:
TAit = Total akrual perusahaan i pada tahun t
NDAit = Non discretionary Akrual perusahaan i pada tahun t
DAit = Disretionary akrual perusahaan i pada tahun t
Dalam penelitian ini, akan menggunakan proksi tingkat akrual yang wajar atau normal (DAit) yang di kembangkan oleh Jones (1991), model estimasi akrual jones yang akan digunakan untuk memisahkan nondiscretionary accrual dengan discretionary accrual adalah:
TAit / Ait – 1 = βo (1/ Ait -1) + β1 (ΔREVit / Ait-1) + β2 (PPEit/ Ait-1)+ εit......................................................(3)
Dengan:
TAit = Total Akrual perusahaan i pada tahun t
Ait-1 = Total aktiva perusahaan i pada tahun t-1
ΔREVit = Pendapatan perusahaan i pada tahun t dikurangi pendapatan tahun
t-1
PPEit = Aktiva tetap perusahaan i pada tahun t
εit = Error tren perusahaan i pada tahun t

3. Menghitung tingkat akrual yang tidak normal
Dari rumus (1) dapat dijelaskan bahwa total akrual merupakan penjumlahan antara nondiscretionary accrual dengan discretionary accrual, sehingga dapat dituliskan kembali dengan rumus berikut ini :
DAit = TAit –NDAit ....................................................(4)
DAit = TAit / Ait-1–{α1(1/Ait-1) + β1 (ΔREVit/ Ait-1)
β2 (PPEit / Ait- 1)}..........................................(5)
Dengan :
DAit = Discretionary akrual perusahaan i pada tahun t
TAit = Total akrual perusahaan i pada tahun t
Ait – 1 = Total akrual perusahaan i pada tahun t dikurangi pendapatan tahun
t-1
PPEit = Aktiva tetap perusahaan i pada tahun t

Hipotesis:
“Diduga tingkat akrual yang discretionary pada periode pertama mulai berlakunya penurunan tarif pajak lebih tinggi dibandingkan tingkat akrual yang discretionary pada satu periode sebelum berlakunya penurunan tarif pajak (Discretionary accrual dijadikan ukuran untuk menentukan apakah terdapat manajemen laba atau tidak)”

METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (BEJ) karena penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa metode untuk memisahkan proksi tingkat akrual yang normal dari yang tidak normal yang akan digunakan kurang tepat jika diterapkan untuk perusahaan non manufaktur. Metode Jones yang akan digunakan untuk memisahkan laba yang abnormal dari laba yang normal melibatkan variabel independen yaitu selisih pendapatan tahun t dengan t-1.
Karena penelitian ini berkaitan dengan perubahan peraturan perpajakan yang mulai berlaku efektif per 1 januari 2001,maka data keuangan yang dibutuhkan adalah data keuangan mulai tahun 1999 sampai tahun 2001.
Untuk menentukan besarnya sampel yang akan digunakan sebagai sampel penelitian digunakan rumus slovin sebagai berikut:
n = N
1 + Ne2
ket:
n = Ukuran sampel
N = Ukuran populasi
e = Persen kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolelir atau diinginkan
Dari rumus diatas, dengan ukuran populasi N 157 perusahaan dan persen kelonggaran ketidak telitian (e) 10 persen ,maka diperoleh ukuran sampel sebesar 61.04 tau dibulatkan menjadi 61 sampel penelitian. Sedangkan metode pengambilan sampel dari penelitian ini menggunakan metode porposive sampling.
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel Dependen
Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah total laba akrual yang di skala dengan total aktiva tahun t-1.Total laba akrual adalah selisih antara laba bersih perusahaan i pada tahun t dengan arus kas pada perusahaan i pada tahun t. Sedangkan total aktiva tahun t-1 merupakan total aktiva pada periode satu tahun sebelum tahun penelitian.
Variabel Independen
variabel independen dalam penelitian ini adalah :
a. Aktiva tetap tahun t diskala dengan total aktiva tahun t-1
Aktiva tetap tahun t merupakan aktiva tetap perusahaan pada tahun yang diteliti. Sedangkan total aktiva tahun t-1 merupakan total aktiva pada periode satu tahun sebelum tahun penelitian.
b. Perubahan pendapatan yang diskala dengan total aktiva tahun t-1Perubahan pendapatan merupakan selisih pendapatan tahun t (tahun penelitian) dengan tahun t-1 (periode sebelum penelitian) dan total aktiva tahun t-1 merupakan total aktiva pada periode satu tahun sebelum tahun
Metode Analisis
Uji Normalitas
uji ini Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,variabel dependen dan independen mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data-data normal atau mendekati normal. Adapun untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak dapat dilakukan dengan analisis grafik ,yaitu dengan melihat normal histogram atau normal probability plot.
Uji multikolinearitas
Untuk menguji apakah model regresi ditemukan korelasi antara variabel bebas.jika variabel bebas saling berkorelasi maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antara sesama variabel bebas sampai dengan nol. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas didalam model regresi, dapat diteliti melalui nilai R2. Multikolinearitas dapat juga dilihat dari : 1) nilai tolerance dan lawannya, 2) variance infation factor (VIF).
Uji Autokorelasi
Bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi ini ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode sebelumnya (t-1). Autokorelasi muncul karena observasi yang bertujuan sepanjang waktu yang berkaitan satu sama lain. Dimana masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi yang lain.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi. Salah satunya yaitu Durbin Watson Test. Untuk mengetahui ada atau tidaknya auto korelasi digunakan tabel auto korelasi sebagai berikut:
Analisis Regresi Berganda
Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien regresi berganda adalah sebagai berikut:
Y = bo + b1X1 +b2X2
Ket :
Y = total laba akrual /total aktiva
bo = Bilangan konstan
b1,2 = menunjukkan koefisien arah
X1 = perubahan pendapatan/total aktiva
X2 = aktiva tetap/total aktiva

PEMBAHASAN HASIL PENEILITIAN
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa perusahaan tidak berusaha menurunkan laba tahun 2000 untuk mendapatkan penghematan pajak. Hasil ini senada dengan hasil penelitian Cloyd, Pratt dan Stock (1996) yang menemukan fakta bahwa manajer perusahaan yang tidak go public relatif berminat dibandingkan dengan manajer perusahaan go publik untuk memilih kebijakan akuntansi yang agresif (dalam rangka meminimalkan pajak). Mereka menduga, hal ini disebabkan karena perusahaan go public menghadapi biaya non pajak yang relatif lebih besar jika melaporkan laba yang rendah, dibandingkan perusahaan yang tidak go publik. Laba yang rendah mempertinggi probabilitas pelanggaran debt covenant, mengurangi probabilitas kompensasi menajer yang didasarkan atas laba dan laba yang rendah sering diartikan sebagai rendahnya nilai (value) perusahaan. Berikutnya, sekalipun penghematan pajak merupakan satu dasar pertimbangan, baik manajer perusahaan publik maupun perusahaan tidak go publik tetap memilih kebijakan akuntansi yang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku (conformity).
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tentang “Indikasi Adanya Unsur Manajemen Laba Pada Laporan Keuangan Perusahaan Manufaktur Yang Go Publik Sebagai Pengaruh Reformasi Pajak 2000” dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat akrual yang discretionary pada periode pertama mulai belakunya penurunan tarif pajak sama dengan tingkat akrual yang discretionary pada satu periode sebelum berlakunya penurunan tarif pajak. Hal ini ditunjukkan dengan perbedaan rata-rata akrual abnormal tahun 2000 dan 2001 sangat kecil yaitu sebesar 0.003036. Hasil ini didukung dengan nilai signifikansi diatas 0.05 yaitu sebesar 0.925 yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara discretionary accrual tahun 2000 dan 2001. Dengan demikian hipotesis yang berbunyi “Diduga tingkat akrual yang discretionary pada periode pertama mulai belakunya penurunan tarif pajak lebih tinggi dibandingkan tingkat akrual yang discretionary pada satu periode sebelum berlakunya penurunan tarif pajak” ditolak.
Saran

Temuan yang disajikan dalam penelitian ini tidak dapat membuktikan bahwa perusahaan berusaha melakukan manajemen laba untuk mendapatkan pengematan pajak.Hal ini berdasarkan hasil dari uji beda rata-rata t-test yang mengindikasikan bahwa discretionary accrual tahun 2000 sama dengan discretionary accrual tahun 2001 dan didukung dengan hasil yang tidak signifikan. Jadi berdasarkan hasil tersebut fakta yang ada tidak cukup kuat untuk menunjukkan adanya perilaku manajemen laba untuk mendapatkan penghematan pajak.
Keterbatasan
Hal lain yang menjadi masalah adalah perusahaan tidak memiliki kebebasan penuh untuk memilih kebijakan akuntansi guna menurunkan laba. Pemilihan kebijakan akuntansi terutama kebijakan akuntansi untuk penyusunan laporan keuangan fiskal, sangat dipengaruhi oleh peraturan perpajakan .Sebagai contoh dalam penyusunan laporan keuangan fiskal perusahaan hanya diijinkan untuk menggunakan metode rata-rata dan LIFO dalam menilai persediaan. Jadi keterbatasan kebijakan yang dipilih barangkali mengakibatkan tidak banyak perusahaan yang dapat memanfaatkan momen perubahan lapisan tarif pajak untuk meminimalakan pajak yang mesti dibayar.
Keterbatasan terakhir yang barangkali mengganggu hasil penelitian ini adalah, dari total 157 perusahaan manufaktur yang terdapat dibursa Efek jakarta pada tahun 1999-2001 Penulis hanya mendapatkan data laporan keuangan 25 perusahaan.Jadi, hasil analisis ini jangan dibaca sebagai suatu informasi final bahwa perusahaan melakukan manajem laba untuk meminimalkan besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar.
Implikasi & Riset Mendatang
Perlu ditelaah lebih lanjut untuk mengevaluasi apakah peruhan lapisan tarif pajak mempengaruhi perilaku perusahaan dalam memilih kebijakan akuntansi yang mereka pakai .Pada tahun 2004 kemarin telah di publikasikan peraturan perpajakan yang baru, tentang pajak penghasilan. Barangkali dengan adanya perubahan perundang-undangan yang baru tersebut dapat menjadi momen yang lebih baik untuk mengevaluasi dampak perubahan perundang-undangan pajak tersebut terhadap perilaku oportunis manajemen
DAFTAR PUSTAKA

Algifari 2000, “Analisis Regresi”, BPFE, Yogyakarta
Chariri, Anis dan Imam Ghozali, 2001,” Teori Akuntansi”, BP Undip, Semarang
Sevilla, Consvelog.,at .ai.,1993,” Pengantar Metode Penelitian” ,UI, Jakarta
Gujarati,Damodar,1999,” Ekonometrika Dasar”, Erlangga, Jakarta
Ghozali, imam, 2002, “Statistik non-parametrik : Teori dan Aplikasi dengan Program SPSS”,BP Undip, Semarang
Supranto, J 1998,”Statistik Teori dan Aplikasi”, Penerbit Erlangga, Jakarta
Setiawati, lilis 2001,”Rekayasa Akrual Untuk Meminimalkan Pajak”,Simposium Nasional Akuntansi IV Kompartemen Akuntansi Pendidik,IAI Bandung
Mardiasmo 1994 , “Perpajakan”,Andi Offset, Yogyakarta
2001. “Perpajakan”, Ansi Offset, Yogyakarta
Indrianto,Nur dan Bambang Supomo,1999,”Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen”,BPFE,Yogyakarta
Mayangsari, Sekar dan Wilopo,2001,”Konservational Akuntansi,Value Relevance,dan Discretionary Accrual,Implikasi empiris model Felthem Olhson(1996)”, Simposium Nasonal Akuntansi IV, Kompartemen Akuntan Pendidik, IAI Bandung
Soeratno dan Lincolin Arsyad, 1999,” Metodologi Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis”, UPP AMP YKPN, Yogyakarta
Undang-undang Pajak tahun 2000, 2001, Salemba Empat Jakarta
Waluyo, 2000,” Perubahan Perundang-undangan Perpajakan Era Reformasi”, Salemba Empat, Jakarta
www..Indoexchange.com.
Lampiran:

Uji Regresi Linear Berganda









Charts

1 komentar:

  1. bisa minta info lanjut tentang blog ini ????
    tolong yaA cz sy lge nyusun skripsi tentang pembahasan ini . .

    BalasHapus